Hidayatullah.com—Uni Eropa menangguhan misi pelatihannya di Mali setelah terjadi kudeta militer bulan ini yang menggusur Ibrahim Boubacar Keita dari kursi kepresidenan, kata pejabat UE hari Rabu (26/8/2020).
Dua misi pelatihan untuk militer dan kepolisian di Mali merupakan bagian dari upaya internasional untuk mewujudkan stabilitas di Mali dan meningkatkan kemampuan aparat keamanan. Keduanya ditangguhkan sebab program itu dirancang hanya untuk menyokong “pemerintahan yang sah,” kata salah satu pejabat Uni Eropa seperti dikutip Reuters.
Para pejabat UE mengatakan pemberhentian program pelatihan itu hanya bersifat sementara.
International Organisation of La Francophonie (OIF), yang beranggotakan 88 negara pengguna bahasa Prancis, hari Selasa menangguhkan keanggotaan Mali. Dalam sebuah pernyataan, sekjen organisasi itu Louise Mushikiwabo menyeru agar Keita dan pejabat-pejabat lainnya yang ditahan oleh junta sejak 18 Agustus segera dibebaskan.
Pertemuan menteri-menteri pertahanan negara Uni Eropa hari Rabu ini di Berlin mengagendakan situasi di Mali.
Dibentuk pada akhir 2012 untuk membantu tentara pemerintah Mali menguasai kembali wilayah bagian utara dari tangan kelompok-kelompok bersenjata Muslim yang digempur pasukan Prancis, misi militer Uni Eropa di Mali (EUTM Mali) menugaskan lebih dari 600 tentara dari 28 negara anggota dan non-anggota UE.
Markas besar pasukan UE itu di ibu kota Bamako menjadi target serangan militan pada tahun 2016, tetapi tidak ada personelnya yang terluka.
Pada tahun 2014, UE setuju untuk menambah misi sipilnya (EUCAP Sahel Mali), mengirimkan tenaga ahli untuk memberikan nasihat dan pelatihan bagi pasukan keamanan dalam negeri Mali, kepolisian, gendarmeri dan Garda Nasional.
Program pelatihan Uni Eropa tersebut masih akan berlangsung di negara tetangga Niger dan Burkina Faso.*