Hidayatullah.com–Sekelompok pengacara di Maroko mengajukan permohonan ke Mahkamah Agung pada Senin (28/12/2020) menuntut pembalikan kesepakatan normalisasi negara yang ditandatangani dengan ‘Israel’, lapor Daily Sabah. Para pengacara meminta pembatalan semua keputusan yang membayangkan normalisasi dengan ‘Israel’ di bidang politik, diplomatik, ekonomi dan pariwisata.
Mereka menambahkan bahwa keputusan yang dibuat untuk proses normalisasi bertentangan dengan rezim umum Maroko, serta Konstitusi, Konvensi PBB, legitimasi internasional, dan konvensi Wina. Maroko dan ‘Israel’ sepakat untuk menormalisasi hubungan dalam kesepakatan yang ditengahi AS awal bulan ini.
Sebagai bagian dari kesepakatan tersebut, AS mengakui kedaulatan Maroko atas wilayah Sahara, wilayah sengketa yang diklaim oleh Rabat dan Front Polisario yang didukung Aljazair. Rabat mengatakan langkah tersebut bukan normalisasi melainkan pemulihan hubungan resmi yang dimulai pada 1993 tetapi ditangguhkan pada 2002.
Setelah Uni Emirat Arab (UEA), Bahrain, dan Sudan, Maroko menjadi negara Arab keempat yang menormalisasi hubungan dengan ‘Israel’ pada tahun 2020. Yordania dan Mesir juga menjalin hubungan dengan negara Yahudi tersebut masing-masing pada tahun 1994 dan 1979. Palestina serta banyak negara lain mengkritik apa yang disebut “perjanjian damai”.*