Hidayatullah.com—Aljazair dan Maroko geram dengan keputusan Prancis yang memangkas visa yang berikan kepada warga negara mereka.
Prancis hari Selasa (28/9/2021) mengumumkan akan memangkas setengah jumlah visa yang tersedia untuk warga Maroko dan Aljazair, dan mengurangi sepertiga yang diberikan kepada warga Tunisia.
Paris menuding ketiga negara di bagian Utara Afrika itu gagal melakukan kerja sama terkait pulangan warga mereka ditolak visanya oleh Prancis.
Aljazair memanggil Dubes Prancis untuk secara formal memprotes kebijakan tersebut.
Menteri Luar Negeri Aljazair Amar Belani mengatakan kepada kantor berita resmi APS bahwa keputusan Prancis itu “tidak proporsional”.
Sementara itu Menteri Luar Negeri Maroko Nasser Bourita menyeut keputusan itu tidak dapat dibenarkan, dan mengatakan negaranya selalu bertindak bertanggung jawab dalam isu migrasi ilegal.
Bum ada tanggapan dari pihak berwenang Tunisia, lansir BBC Kamis (30/9/2021).
Jubir pemerintah Prancis Gabriel Attal pada hari Selasa mengakui bahwa keputusan untuk memangkas visa tersebut “drastis” dan belum pernah dilakukan sebelumnya.
“Namun, salah satu alasan yang menjadikan keputusan ini perlu diambil adalah fakta bahwa negara-negara tersebut menolak untuk membawa pulang warganya yang ditolak atau tidak dapat tinggal di Prancis,” ujarnya kepada stasiun radio Europe 1.
“Sudah ada dialog, kemudian disusul dengan ancaman, dan sekarang kami malaksanakan ancaman tersebut,” imbuhnya.
Ketika visa ditolak, pihak berwenang Prancis masih harus mendapatkan izin konsuler untuk bisa secara paksa mengusir individu ke negara asal mereka, lapor AFP. Dokumen ini tidak diberikan oleh Maroko, Aljazair dan Tunisia, kata pemerintah Prancis
Media Prancis melaporkan bahwa kurun enam bulan pertama tahun ini, hanya 22 warga Aljazair yang diusir dari wilayah Prancis, meskipun ada 7.731 permohonan visa ditolak. Warga Maroko yang diusir 80 dan yang ditolak visanya 3.301, sedangkan Tunisia, 131 warganya diusir dan 3.424 gagal memperoleh visa.
Imigrasi diduga kuat akan menjadi isu utama dalam pemilihan presiden Prancis tahun depan.*