Hidayatullah.com—Pihak berwenang di negara bagian Uttar Pradesh, India utara menghancurkan dan membuldoser rumah Javed Mohammad, seorang pemimpin Partai Kesejahteraan India dan ayah dari aktivis Muslim Afreen Fatima. Aksi penghancuran itu dikatakan sebagai “aksi balas dendam” pemerintah atas unjuk rasa atas komentar yang dibuat terhadap Nabi Muhammad oleh dua pejabat partai nasionalis Hindu yang berkuasa.
Dikelilingi oleh sekelompok besar polisi dengan perlengkapan anti huru hara, pihak berwenang di kota Prayagraj di Uttar Pradesh (UP) hari Ahad menghancurkan rumah Afreen Fatima ketika lusinan media merekam pembongkaran tersebut, kutip Aljazeera. Dalam waktu sekejab, bangunan dua lantai itu menjadi puing-puing dan barang-barangnya – furnitur, buku, dan foto – dibuang di sebidang tanah kosong di sebelah rumah. Di antara mereka ada poster yang berbunyi: “Ketika ketidakadilan menjadi hukum, perlawanan menjadi kewajiban.”
Di tengah pengerahan besar-besaran polisi, dua buldoser-buldoser JCB mencapai kediaman Mohammad Javed sore hari. Setelah merobohkan gerbang depan dan belakang, mengeluarkan barang-barang pribadi dari dalam rumah dan membuangnya ke tanah kosong di sebelah kediaman Fatima.
Mewakili Mohammad Javed, advokat KK Roy dan tim pengacaranya telah mengajukan petisi tertulis terkait aksi sewenang-wenang ini. “Pembongkaran dilakukan dengan alasan yang meragukan. Rumah itu bukan atas nama Javed Mohammad, itu atas nama istrinya Parveen Fatima. Namun, pemberitahuan yang disampaikan kepada keluarga telah disajikan atas nama Javed. Poin penting lainnya adalah bahwa pemberitahuan yang diberikan kepada keluarga itu bertanggal. Tidak ada pemberitahuan sebelumnya yang diberikan kepada mereka. Oleh karena itu, kami telah menantang ini dan juga telah menulis kepada CJI menuntut kompensasi untuk keluarga dan rekonstruksi rumah mereka,” ujar Roy dikutip The Wire.
Lebih dari 60 orang telah ditangkap di tengah tindakan keras terhadap pengunjuk rasa di Negara Bagian Prayagraj (yang dulu bernama Allahabad) sehubungan unjuk rasa pada 10 Juni, yang berujung pelemparan batu, dan pembakaran kendaraan. Seorang juru bicara BJP mengatakan Ketua Menteri Uttar Pradesh Yogi Adityanath, seorang biksu Hindu garis keras berjubah safron, memerintahkan para pejabat untuk menghancurkan setiap tempat “ilegal” dan rumah orang-orang yang dituduh terlibat dalam aksi protes.
Setidaknya dua rumah lain milik Muslim juga dihancurkan di Uttar Pradesh selama akhir pecan, termasuk rumah Javed Muhammad. Javed Mohammad, tokoh Muslim terkemuka dalam unjuk rasa anti-CAA, yang diskriminatif pada Muslim. Ia bahkan disebut sebagai konspirator utama oleh polisi Uttar Pradesh (UP) bersama 10 orang lainnya, dan ditahan dari kediamannya di Kareli pada hari Jumat.
Kemudian pada hari itu, istri dan putrinya juga ikut ditahan, kata anggota keluarga, tetapi kemudian dibebaskan. Polisi mengklaim Javed Mohammad menyerukan aksi unjuk rasa hari Jumat terhadap pernyataan kontroversial yang dibuat oleh para pemimpin BJP tentang Nabi Muhammad.
Sebuah perintah untuk menghancurkan tempat tinggalnya diserahkan kepada pihak keluarga pada 11 Juni setelah polisi dilaporkan melakukan upaya ancaman agar pihak keluarganya meninggalkan rumah. Pembongkaran dimulai dengan menghancurkan dinding rumah, sebelum seluruh struktur bangunan lantai dua itu diratakan.
Bahkan keluarga Fatima bahkan tidak ada di rumah ketika rumah mereka yang telah berusia 20 tahun di Prayagraj itu dirobohkan dengan paksa. Beberapa jam setelah unjuk rasa usia shalat Jumat di kota itu, polisi langsung menggerebek rumahnya, membawa ayahnya, Javed yang sudah berusia 57 dan ibunya Parveen Fatima, (52 tahun), dan saudara perempuan remaja Somaiya.
“Tim ofisial yang berbeda menghubungi kami lagi malam ini (11 Juni). Mereka mengancam kami dan memperingatkan kami segera meninggalkan rumah. Kami telah diberitahu bahwa mereka akan kembali pada jam 2 pagi untuk segera mengosongkan rumah kami, ”kata Mohammad Javed.
Surat perintah pembongkaran itu tertulis, pembangunan rumah keluarga itu dilakukan secara ilegal dan berbunyi, “Dalam kasus yang berkaitan dengan masalah ini, pemberitahuan telah dikirim kepada keluarga pada tanggal 10 Mei dan sidang akan dilakukan pada tanggal 24 Mei. Namun, tidak ada tanggapan yang diberikan dari pihak keluarga.”
Javad mengatakan kepada The Wire bahwa surat pemberitahuan itu sama sekali tidak berdasar. “Kami tidak menerima apa pun dan kami tidak memiliki informasi tentang konstruksi yang berkaitan dengan lima lantai atau lebih,” katanya.
Fatima menolak tuduhan terhadap ayahnya dan menyebut buldoser rumah mereka sebagai tindakan ilegal yang dilakukan oleh pihak berwenang. “Pembongkaran itu benar-benar ilegal karena itu bahkan bukan milik ayah saya. Rumah itu milik ibu saya,” katanya kepada Aljazeera melalui telepon.
“Kami telah membayar pajak rumah kami selama sekitar 20 tahun dan tidak sekali pun kami menerima pemberitahuan dari otoritas pembangunan Allahabad bahwa rumah kami ilegal. Mengapa mereka bahkan mengambil pajak kami jika itu adalah rumah ilegal?” kata Fatima.
Fatima mengatakan rumah itu dihancurkan tanpa pengadilan yang membuktikan tuduhan terhadap ayahnya. “Tanpa membuktikan tuduhan bahwa ayah saya adalah dalang protes, padahal dia tidak, mereka menghukum kami,” katanya kepada Aljazeera.
“Kami tidak ikut berdemonstrasi pada hari Jumat. Tak ada satu pun dari kami menjadi bagian aksi unjuk rasa di Allahabad. Kami berada di rumah, itu hari Jumat, jadi kami shalat dan berada di rumah sepanjang waktu, ”katanya.
Keluarga Javed menyebut penangkapan ini “tidak adil”, menyebutnya sebagai aktivis yang telah bekerja dalam masalah sipil dengan pemerintahan Prayagraj. “Dia membantu administrasi dalam begitu banyak masalah sipil dan hukum dan ketertiban. Jadi ini mengejutkan kami,” kata putra Javed, Mohammad Umam, 30, kepada Aljazeera.
“Dia bukan bagian dari peserta aksi unjuk rasa, dia juga tidak tahu siapa pengunjuk rasa atau siapa yang mengorganisir mereka. Polisi mengarang cerita fiktif untuk melibatkan ayah saya,” kata Umam.
Biksu buldozer
Ketua Menteri Adityanath, sering dijuluki “buldoser baba” (biksu buldoser) oleh media lokal karena kebijakannya menghancurkan rumah orang-orang yang memprotes kebijakan pemerintah. Negara bagian lain telah mengikuti bahkan ketika pengacara dan aktivis mempertanyakan legalitas kebijakan tersebut.
Pembongkaran properti meningkat pada April tahun ini ketika pihak berwenang di negara bagian Madhya Pradesh yang berdekatan – juga diperintah partai nasionalis Hindu, BJP – telah membuldoser rumah dan toko milik Muslim menyusul kekerasan agama selama festival Hindu.
“Buldoser telah menjadi penanda kekerasan yang ditargetkan terhadap Muslim di India, dengan penghancuran yang dilakukan bukan sebagai hukuman individu atas pelanggaran hukum, tetapi sebagai bentuk hukuman kolektif yang berusaha untuk menurunkan moral dan menghalangi siapa pun yang mempertanyakan pemerintah atau mayoritas politik mereka,” ujar Fawaz Shaheen, seorang aktivis hukum yang terkait dengan Organisasi Mahasiswa Islam India, kepada Aljazeera.
Pada hari Ahad, ketika polisi dan pejabat setempat mulai mendekati rumah Fatima, media sosial India dipenuhi dengan kemarahan. Warganet menyatakan solidaritas mereka dengan Fatima dan keluarganya melalui tagar #StandwithAfreenFatima.
Pengguna media sosial mempertanyakan keheningan partai-partai oposisi India. Mereka menanyakan mengapa para pemimpin dan pendukung mereka tidak memprotes untuk menghentikan pembongkaran di Prayagraj.
Banyak juga yang bertanya mengapa legislator Muslim di Majelis Uttar Pradesh (UP) tidak angkat bicara. Beberapa kelompok mahasiswa pada hari Senin mengadakan demonstrasi di Universitas Jawaharlal Nehru (JNU) dan Jamia Millia Islamia (JMI) untuk mendukung Afreen Fatima, yang juga alumni mahasiswa JNU, yang rumahnya dihancurkan. Anggota Organisasi Mahasiswa Islam India (SIO), Federasi Mahasiswa Muslim (MSF), dan anggota Gerakan Persaudaraan ada yang ditahan karena ikut unjuk rasa memprotes pembongkaran rumah Fatima.
“Kami memprotes penghancuran rumah Javed Mohammad yang dilakukan secara ilegal tanpa mengikuti proses hukum apa pun,” kata Sekretaris Nasional SIO Musab Qazi, seraya menambahkan bahwa penyelidikan harus dilakukan terhadap pembongkaran tersebut.
Dia juga menambahkan bahwa organisasinya menuntut penangkapan Nupur Sharma, Naveen Jindal dan juru bicara partai lainnya “yang terus-menerus menyebarkan kebencian”. “Tuntutan kedua kami adalah penghentian segera penargetan Muslim, dan penyelidikan atas tindakan polisi terhadap mereka, yang telah menyebabkan kematian setidaknya dua orang baru-baru ini, dan beberapa orang terluka.”
Puluhan aktivis Asosiasi Pelajar Seluruh India (AISA) berbaris dari asrama Sabarmati ke gerbang Kampus Jawaharlal Nehru University (JNU) mengangkat slogan-slogan menentang pemerintah Yogi Adityanath di Uttar Pradesh (UP). Mereka memegang plakat bertuliskan ‘hentikan buldoser kehidupan Muslim’ dan ‘hentikan terorisme yang disponsori negara terhadap Muslim’.
AISA juga menggelar aksi protes di Jantar Mantar. “Tontonan buldoser yang ingin diciptakan BJP dan memuntahkan racun di masyarakat ini akan dikalahkan oleh persatuan rakyat. Kami ingin memberi tahu mayoritas bahwa buldoser juga digunakan untuk mata pencaharian dan hati nurani mereka,” kata Presiden AISA Delhi Abhigyan.
Serikat Mahasiswa Universitas Jawaharlal Nehru (JNUSU) juga menggelar aksi unjuk rasa di kampus JNU, Ahad. Beberapa aktivis mahasiswa mengadakan protes di kampus JMI menolak aksi pembongkaran “ilegal” dan “penganiayaan” pengunjuk rasa Muslim di Uttar Pradesh, Jharkhand dan bagian lain negara itu.*