Hidayatullah.com—Ribuan rakyat Israel, hari Sabtu (7/7/2012) turun ke jalan-jalan Tel Aviv guna mendesak pemerintah menghapuskan peraturan yang membebaskan Yahudi Orthodoks dari keharusan mengikuti wajib militer.
Selama ini, Yahudi Orthodoks yang memilih untuk belajar agama dibebaskan dari wajib militer.
Para demonstran menilai kebijakan itu tidak adil, karena semua warga Yahudi seharusnya diperlakukan sama.
“Masalah yang sebenarnya adalah 60.000 pemuda Yahudi tidak ikut memikul beban mengabdi dalam angkatan bersenjata Israel,” kata Ron Ben Ishai seorang koresponden perang Israel, seperti dikutip Euronews.
Padahal, para pejabat ultra-Orthodoks Yahudi yang ada dalam pemerintahan, yang tidak ikut bertugas dalam militer, adalah pihak yang memutuskan apakah warga Israel harus berperang atau tidak.
Menurut peraturan yang berlaku, sebagian besar pria warga Israel yang telah berusia 18 tahun wajib menjalani dinas kemiliteran selam 2-3 tahun. Namun Yahudi Orthodoks, yang kebanyakan memilih belajar agama, bisa menghindari kewajiban itu. Warga Israel keturunan Arab juga dikecualikan dalam peraturan itu.
Kalangan pemuka Yahudi sebagian malah memberikan solusi berbeda, yaitu meniadakan wajib militer.
Rabi Israel Eichier, ketua United Torah Judaism dan seorang anggota Knesset, berkata, “Mereka mengambil untung dari kewajiban militer ini untuk meningkatkan konflik, kebencian dan kemarahan di kalangan warga.”
“Kami menyarankan untuk membatalkan keharusan mengikuti wajib militer dan menggantinya dengan tentara profesional, seperti di Amerika Serikat.”
Mahkamah Israel pada bulan Februari lalu menyatakan peraturan pengecualian wajib militer itu tidak sah, dan memberikan waktu bagi pemerintah untuk merevisinya sampai 1 Agustus mendatang.
Namun, hari Senin kemarin Perdana Menteri Benjamin Netanyahu membubarkan panel yang merancang usulan reformasi dibawah tekanan anggota koalisinya dari kelompok ultra-Orthodoks.*