Hidayatullah.com–Pakar hak asasi manusia PBB pada Kamis menyebut serangan di dua masjid di Christchurch, Selandia Baru, sebagai “Islamofobia”.
Tendayi Achiume, pelapor khusus PBB tentang rasisme, dan Michal Balcerzak, ketua kelompok kerja tentang orang-orang keturunan Afrika, merilis pernyataan bersama itu saat peringatan Hari Penghapusan Diskriminasi Rasial Sedunia.
“Pekan lalu, seorang supremasi kulit putih melancarkan aksi teroris Islamofobia di dua masjid di Christchurch, Selandia Baru, hingga menewaskan 50 orang dan melukai banyak orang lainnya,” kata mereka dalam pernyataan itu.
“Peristiwa tragis ini mengingatkan kita bahwa rasisme, xenofobia, dan kebencian religius sangat berbahaya,” tambah mereka dengan menekankan bahwa kekerasan rasial dan diskriminasi berasal dari ideologisme etno-nasionalis dan supremasi.
Baca: Masyarakat Dunia diimbau Kampanyekan ‘Stop Islamofobia’
Para ahli mendesak negara-negara anggota PBB untuk merespons masalah ini dengan serius, menjamin kesetaraan ras, dan mengadopsi kebijakan yang akan melindungi warga.
Mereka juga mendesak orang-orang untuk melawan rasisme, xenophobia, dan bentuk intoleransi keberagaman lainnya.
Sebelumnya, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan pada hari Selasa mendesak Barat untuk menentang rasisme, xenofobia, dan Islamofobia setelah serangan teror di Selandia Baru.
Erdogan mengatakan setelah pembantaian Christchurch, Barat memiliki “tanggung jawab tertentu,” dalam sebuah artikel yang diterbitkan di Washington Post.
“Masyarakat dan pemerintah Barat harus menolak normalisasi rasisme, xenofobia, dan Islamofobia, yang telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir,” katanya.
“Sangat penting untuk menetapkan bahwa ideologi yang bengkok seperti itu, seperti anti-semitisme, merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan.”
Setidaknya 50 Muslim terbunuh ketika seorang teroris menembaki jamaah selama shalat Jumat di masjid An-Noor dan Linwood di Christchurch.
Brenton Harrison Tarrant, warga Australia berusia 28 tahun, didakwa melakukan pembantaian.
“Kita harus menjelaskan semua aspek dari apa yang terjadi dan sepenuhnya memahami bagaimana teroris menjadi radikal dan hubungannya dengan kelompok-kelompok teroris untuk mencegah tragedi di masa depan,” kata Erdogan.*