Hidayatullah.com–“Kita harus memberdayakan kelompok moderat yang merupakan mayoritas sehingga Indonesia menjadi negara yang moderat,” kata Menlu dalam “Refleksi 2003 dan Proyeksi 2004” di Jakarta, Selasa. Menurut Menlu, terorisme tidak bisa dan tidak boleh diidentikkan dengan peradaban atau agama apa pun. “Teroris adalah teroris yaitu orang-orang yang menggunakan kekerasan sebagai alat, tanpa pandang bulu siapa korbannya untuk mencapai tujuan politik mereka,” katanya. Sejak serangan AS ke Afghanistan, perhatian dunia diarahkan ke kawasan Asia Tenggara dengan kecenderungan yang keliru, yakni mengidentikkan terorisme dengan Islam. Sikap masyarakat Indonesia lalu menjadi terpecah-pecah dan muncul kesan keraguan pemerintah untuk bertindak melawan terorisme. Menurut Menlu, ada kecurigaan terhadap pemerintah, baik yang merujuk kepada pengalaman perilaku pemerintahan otoriter maupun yang mengasumsikan adanya tekanan pihak luar yang bermotif buruk terhadap umat Islam. Peristiwa bom Bali, katanya, menjadi titik balik di mana Indonesia berhasil tidak hanya menangkap dan mengadili para pelaku terorisme itu, tetapi juga membongkar jaringan terorisme mereka. Keberhasilan ini telah meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah dan aparat keamanan. “Masyarakat internasional memuji keberhasilan Indonesia itu,” katanya. Puji Libya Pada kesempatan tanya jawab, Menlu menyambut baik sikap pemerintah Libya yang mau bekerja sama dengan masyarakat internasional dalam memberantas terorisme. Pemerintah Indonesia menyambut baik upaya pemerintah Moammar Kadafi terhadap kebijakannya mengizinkan Badan Tenaga Atom Internasional untuk memeriksa fasilitas senjata Libya. Mengenai perang Iraq, Indonesia secara konsisten mendukung upaya perlucutan senjata pemusnah massal melalui mekanisme multilateral di dewan keamanan PBB. “Pencampuradukan antara upaya perlucutan senjata dengan pergantian rezim di Iraq sulit diterima,” tegasnya. Menurut Menlu, Indonesia juga menentang keras kecenderungan unilateralisme dan terus berupaya memajukan multilateralisme. Semenjak AS melancarkan kampanye melawan terorisme, beberapa organisasi Islam sibuk menyatakan diri paling ‘moderat’ dan menuding yang lain dengan sebutan ‘fundamentalis’. Indonesia termasuk negara yang ikut terpengaruh propaganda ini.[Ant/cha]