Hidayatullah.com– Sebanyak 18 ulama Madura yang tergabung dalam Aliansi Ulama Madura (AUMA), Forum Kiai Muda, Nahdlatul Ulama, BASSRA, dan FPI bersilaturahim ke Kementerian Agama.
Para ulama dari Pulau Garam itu diterima Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin di Operational Room, Gedung Kemenag Lapangan Banteng Jakarta, Rabu (10/01/2018) sebagaimana info disampaikan Kabiro Humas, Data, dan Informasi Kemenag, Mastuki, kepada hidayatullah.com, Kamis (11/01/2018).
Silaturahim ke Kemenag itu dalam rangka bertabayun (mencari kejelasan) tentang dua hal. Yakni persoalan lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) serta Buku Pendidikan Agama Islam (PAI) yang diajarkan di sekolah.
KH Dr Ahmad Tijani Djauhari, Pengasuh PP Al Amine Prenduan Sumenep Madura, menjelaskan agenda silaturahim itu.
“Hari Rabu, 22 Rabiuts Tsani 1439 H / 10 Januari 2018 M, melakukan dialog bersama Menteri Agama di kantor Kemenag RI, berupa tabayun sikap Menteri Agama terhadap LGBT sekaligus tabayun langsung kepada Bapak Menteri Agama RI, khususnya menyangkut pernyataan beliau ‘merangkul pelaku LGBT’ yang kontroversi dan menimbulkan keresahan di tengah-tengah masyarakat,” ujar Kiai Ahmad Muhammad Tijani Djauhari dalam penuturannya didapat langsung hidayatullah.com dari kiai kemarin.
Informasi dihimpun, ke-18 ulama tersebut antara lain: KH Ali Karrar Shinhaji (Auma) Pamekasan, KH Ahmad Muhammad Tijani (MUI) Sumenep, KH Fadloli M Rumam (Auma) Pamekasan, KH Nurun Tajalla (Auma) Sampang, KH Syafiuddin Hasibin (Auma) Pamekasan, KH Abd Ghoffar (NU) Pamekasan, serta KH Mahrus Abd Malik (Bassra) Sampang.
Juga KH Ja’far Shodiq (NU) Sampang, KH Jaiz Badri (Autada) Probolinggo, KH Lutfi Bashori (NU) Malang, KH Imam Ramli (NU) Jember, KH Imam Mawardi (Majlis Muwasholah) Sampang, KH Umar Hamdan (Forum Kiai Muda) Pamekasan, KH Fauzi Rosul (Bassra) Sumenep dan KH Jurjis Muzammil (Auma) Sumenep, dan KH Ma’shum Tirmidzi.
Mereka mohon pencerahan dari Menag Lukman mengenai LGBT dan Buku Ajar agama Islam. Tentang LGBT katanya banyak asumsi dalam masyarakat dan ditakutkan ada salah tafsir dan terjadi misskomunikasi.
“Kami mendapat banyak pertanyaan langsung dari masyarakat. Dan biar kami bisa menjawab dengan benar, maka kami bersilaturahim ke sini,” terang perwakilan ulama.
Selain LGBT, juga soal pendidikan agama dibahas. Para ulama meminta agar Menag mengontrol secara ketat -melalui lembaga kontrol/pentashih yang ada- atas buku-buku Mata Pelajaran Agama di sekolah-sekolah dan lembaga pendidikan di bawah naungan Kemenag.
“Dalam rangka membentengi umat dari aqidah dan ajaran sesat dan menyesatkan,” imbuh Kiai Ahmad Muhammad.
Buku-buku ajar tersebut diharapkan jangan sampai terjadi kesalahan mendasar.
“Banyak kesalahan. Salah satu contoh adalah buku di SD, ada pelajaran Nabi yang wajib dipercaya. Di sana, Nabi Muhammad berada di urutan ke-13 bukan 25 seperti yang kita maklumi bersama. Nabi Isa AS malah berada diurutan ke-25,” imbuh perwakilan AUMA.
Sebelum menjawab dua hal di atas, Menag menghaturkan banyak terima kasih.
“Terima kasih tiada terhingga dan bersyukur atas kerawuhan-nya. Hadir jauh-jauh dari Madura untuk melakukan tabayun,” ujarnya didampingi Mastuki, Umar (Direktur Kurikulum, Sarana, Kelembagaan, dan Kesiswaan Madrasah), Muchlis Muhammad Hanaf (Kepala Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an/LPMQ) dan Khoirul Huda (Sekretaris Menag).
Kaitannya dengan LGBT, Menag mengatakan, semua agama tidak ada yang mentolelir LGBT.
“Yang menjadi perdebatan adalah apa penyebab LGBT. Dan hingga saat ini tidak ada jawaban tunggal. Ada yang bilang homo adalah masalah medis, ada yang mengatakan faktor genetik, ada yang meyakini ini kesalahan pergaulan, bahkan ada yang menilai itu karena kutukan,” terang Menag.
“Izinkan saya bercerita. Pada 26 Agustus 2016, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mengadakan sebuah kegiatan. Di situ, saya diminta menjadi pembicara terkait agama dan pers. Saat itu ternyata AJI juga memberi penghargaan baik secara individu maupun komunitas yang mereka nilai memperjuangkan kemerdekaan media pers, utamanya bagi kalangan marginal,” tuturnya.
Salah satu yang mendapat penghargaan itu adalah komunitas LGBT yang dinilai memperjuangkan kehidupan komunitasnya.
“Saya saat itu tidak mengetahui akan ada penghargaan seperti itu. Dalam situasi seperti itu, saya tidak bisa meninggalkan tempat secara cepat. Mengenai sikap. Sikap saya tegas perilaku LGBT tidak bisa ditolerir,” cerita Menag.
“Saya, kita semua menolak perilaku LGBT. Tetapi manusianya, kita rangkul, kita ayomi. Ketika mereka menyimpang, saat mereka tersesat, sudah menjadi kewajiban kita untuk mengembalikan mereka ke jalan yang benar. Karena dakwah, menurut pemahaman saya, berarti mengajak, bukan hanya kepada orang Islam. Tapi justru mengajak orang yang di luar jalan lurus untuk kembali ke jalan Allah,” ungkapnya.
Menag pun menduga, mungkin karena banyak hal, apa yang ia sampaikan itu dipolitisasi, dipelintir, digoreng atau apa yang akhirnya disalahpahami.
“LGBT apa pun alasannya tidak bisa dibenarkan. Dan menurut saya, mereka harus dibimbing dan diarahkan. Ini adalah salah satu fungsi dakwah,” tegas Menag.
Tentang isu terkait isi buku-buku agama, Menag mengatakan, buku-buku yang diajarkan dan digunakan di sekolah SD di bawah kendali Puskurbuk (Pusat Kurikulum Buku) Kemendikbud.
“Jadi Kemenag tidak mempunyai kewenangan apa pun untuk melakukan tashih. Untuk hal ini, kita telah berjuang agar buku yang berkaitan dengan materi agama berada di bawah kewenangan Kemenag,” terang Menag.
Alhamdulillah, jelasnya, sejak April 2017 lahir UU Perbukuan, dimana ada aturan, buku yang berisi tentang hal ikhwal agama dan keagamaan, sebelum terbit, harus melalui verifikasi Kemenag.
“Intinya, sebentar lagi, akan lahir aturan bahwa setiap lembaga pendidikan yang menggunakan buku ajar menyangkut materi agama, harus ditashih terlebih dahulu oleh Kemenag,” sambungnya.
Baca: GIB Dorong Menag Tunjukkan Sikap Terbuka Tak Dukung LGBT
Setelah mendengar jawaban Menag, para ulama Madura tersebut berterima kasih dan tidak terjadi perdebatan. Sementara Menag berharap para ulama berkenan memberi masukan kepada umara.
“Tabayun seperti ini, menambah semangat kami untuk berbenah lebih baik. Bahwa kami tidak sendiri. Semoga Allah Subhanahu Wata’ala meridhai segala amal dan niat baik kita. Semoga para ulama mendapat kesehatan untuk mampu dampingi umat untuk kemaslahatan bersama,” doa Menag.
Menag pun meminta perwakilan ulama untuk menutup silaturahim itu dengan doa.*