Hidayatullah.com—Baitul Mal Aceh (BMA) dan 23 Baitul Mal Kabupaten/Kota dalam Provinsi Aceh, meminta bupati/walikota agar menyediakan anggaran operasional yang cukup bagi Baitul Mal sebagai amil zakat resmi di Aceh. Demikian antara lain rumusan rekomendasi Rapat Kerja (Raker) Baitul Mal se Aceh, yang berakhir Rabu (19/10/2011) di Banda Aceh.
Dalam lima tahun terakhir, pemerintah kab/kota di Aceh menyediakan dana operasional baitul mal yang cukup berfariasi dari sumber APBD, paling rendah rendah Rp 15 juta hingga Rp 500 juta/tahun. Ada juga yang sama sekali tidak menyediakannya. Sementara pemerintah provinsi mengalokasikan dana operasional BMA mencapai Rp 5,8 milyar/tahun.
Menurut Ketua Komisi Rekomendasi Raker BMA, Dr Armiadi Musa MA, biaya operasional yang diperlukan mencakup pembangunan gedung Baitul Mal, kegiatan rutin harian, gaji karyawan amil/sekretariat, pelatihan, rapat kerja, koordinasi, sosialisasi zakat, pendataan dan penyaluran zakat, pendataan tanah waqaf dan dana tambahan sertifikasi waqaf.
Raker berlangsung dua hari diikuti 80 peserta terdiri dari Kepala Baitul Mal Kab/Kota, Ketua Dewan Pengawas, Kepala Sekretariat/Sekretaris, unsur BMA dan unsur dinas terkait lainnya.
Agenda tahunan itu dipadu dengan Pencanangan Kampanye Sadar Zakat dibuka secara resmi oleh Asisten I Setda Aceh, Marwan Sufi, membahas tiga makalah: Standarisasi Organisasi Pengelola Zakat, Sinerjisitas antara Baitul Mal dengan Dinas Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Aceh/Daerah dan Intensifikasi Pengumpulan Zakat.
Pada bagian lain rekomendasi yang terdiri dari sembilan poin itu, peserta Raker mengingatkan pengelolaan zakat di Aceh sebagai bagian dari PAD, perlu dilengkapi dengan regulasi dalam bentuk peraturan gubernur/bupati/walikota.
“Kita tidak harapkan lagi timbul kendala dalam pencairan dana zakat pada bendahara umum daerah, dan zakat tidak bisa diberlakukan sama dengan PAD lainnya. Zakat adalah syariat Islam yang pengelolaannya tetap mengacu kepada Quran dan Sunnah,” kata Armiadi.
Demikian juga dalam mengefektifkan pemberlakukan zakat sebagai PAD, direkomendasikan agar para bupati/walikota segera melengkapi kepengurusan Baitul Mal yang terdiri dari Badan Pelaksana, Dewan Pengawas dan Sekretariat. Dengan lembaga yang kuat dan didukung SDM amil yang berkulaitas, diyakini dapat mendongkrak pendapatan zakat.
Rekomendasi lainnya mencakup: perlunya program unggulan baitul mal; standarisasi SDM amil; kemitraan dengan pemangku kepentingan; pembinaan kelembagaan secara berjenjang; dan pendayagunaan dana infaq.* Sayed M Husen, Aceh