Hidayatullah.com–Industri keuangan syariah, khususnya perbankan syariah, tumbuh sangat pesat. Rata-rata pertumbuhannya berkisar 40 -50 persen pertahunnya. Meski demikian, sebagai industri baru, perbankan syari’ah masih menghadapi sejumlah kendala seperti keterbatasan sumber daya insani (SDI), penetrasi pasar yang masih terbatas, kesulitan menggaet nasabah baru hingga persoalan layanan kepuasan nasabah.
Demikian salah satu pendapat yang dikemukan oleh Direktur Eksekutif Departemen Perbankan Syari’ah Bank Indonesia, Edy Setiadi, saat diskusi ”Berbincang Ekonomi Syariah: Problem, Tantangan dan Strategi Perbankan Syariah”, yang diselenggarakan Harian Republika, di Bandung, Rabu (30/5/2012).
Edy menambahkan masih banyaknya problem dalam perbankan syari’ah harusnya bukan dijadikan hambatan untuk berkembang.
“Itu adalah tantangan, namun perlu diingat masih ada peluang yang harusnya bisa dijadikan modal perbankan syariah untuk tumbuh dan berkembang,” imbuh Edy.
Ia menambahkan tantangan di sumber daya insani (SDI) dalam perbankan syariah masih mendominasi hingga saat ini. Salah satunya adalah masih minimnya perbankan syariah merekrut lulusan dari perguruan tinggi yang berbasis Syariah, seperti Fakultas Syariah namun justru mengambil dari praktisi perbankan yang sudah jadi meski dari bank konvensional, dengan alasan lebih berpengalaman.
Untuk itu dirinnya berharap ke depan agar perbankan syariah memberi kesempatan yang luas kepada lulusan–lulusan pendidikan berbasis syariah meski belum banyak pengalaman, sehingga hal tersebut juga dimaksudkan sebagai bentuk kaderisasi.
Namun demikian dirinya melihat perbankan syariah di Indonesia masih mempunyai potensi untuk tumbuh dan berkembang. Ia melihat fenomena dan antusias masyarakat yang tertarik untuk menjadi nasabah bank syariah meski nasabah tersebut bukan seorang Muslim.
Bank Asing
Selain itu Edy melihat penduduk Indonesia yang mayoritas Muslim menjadi pangsa pasar tersendiri bagi kemajuan perbankan syariah di Indonesia.Ia sendiri berharap potensi tersebut tidak malah menjadi lahan garapan bank syariah asing.
Hal tersebut juga diakui Ketua Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbissindo), A. Riawan Amin yang turut menjadi pembicara. Menurut Wawan, demikian ia akrab dipanggil, salah satu tantangan bank syariah adalah hingga kini masih sering terjadi perdebatan soal dalil tentang status bank. Padahal, sambungnya, MUI telah mengharamkan bunga bank konvensional, sehingga seharusnya masyarakat berbondong-bondong ke bank syariah yang jelas tidak ada riba.
Untuk itu dirinya berharap agar umat Islam bersama-sama praktisi perbankan syariah bisa sinergi dalam memajukan salah satu industri keuangan syariah tersebut.
Hal tersebut sangat penting mengingat perbankan syariah tidak mungkin tumbuh kembang tanpa dukungan dari diri umat Islam itu sendiri.
Namun demikian dirinya tidak setuju jika perkembangan perbankan syariah diminta harus booming.Menurutnya akan lebih bagus jika lambat namun tumbuh dan berkembang jika booming namun hanya sesaat.
“Untuk merubah paradigma yang sudah ratusan tahun ada (bank konvensional) menjadi seratus persen syariah tidaklah mudah, semua melalui proses. Kita tidak ingin perbankan syariah langsung maju pesat namun cepat pula ditinggalkan nasabahnya.Kalau semua sudah paham dan menyadari penting perbankan syariah dalam transaksi ekonomi,insya Allah tanpa kita suruh mereka (masyarakat) akan dengan sendirinya beralih ke sistem syariah,” ujar Wawan yang juga menjadi Dirut Bank Jabar Banten Syariah (BJBS).
Wawan menambahkan bahwa menghilangkan atau memperkecil sesuatu yang madlarat adalah lebih penting daripada sekedar mengambil yang manfaat.Sehingga harapannya mensyariahkan sistem perbankan konvensional dalam transaksi yang syariah lebih utama dari sekedar memajukan bank syariah.
“Kita juga jangan terus menerus menghantam bank syariah dengan berbagai mitos, sementara umat Islam malah membiarkan bank konvensional tumbuh kembang. Meski belum menjadi nasabah bank syariah ya minimal ikut mengkampanyekanlah,jangan malah menjelekan,” harapnya.*