Hidayatullah.com–Sejumlah negara Timur Tengah seperti Tunisia, Mesir, Libya dan lainnya datang ke Indonesia belajar demokrasi dan penataan infrastruktur Negara republik, demikian jelas Dewan Pakar Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) Prof. Dr. Jimly Asshidiqie dalam dialog kebangasan yang digelar ICMI Orwil Jatim dalam rangka Silakwil ICMI Jatim, Sabtu, (15/12/2012) kemarin.
Menurut Jimly, mereka menganggap, Indonesia sebagai Negara yang berpenduduk terbesar dengan pluraritasnya mampu mendirikan sebuah Negara demokrasi yang kokoh. Bahkan mantan presiden Amerika Serikat Jimmy Carter yang pernah bertukar pikiran dengan Jimly mengakui pergerakan demokrasi di Indonesia menurutnya menuju kesempurnanaan.
Proporsi demokrasi antara kebebasan, tata hukum dan bernegara sesuai dengan kepentingan dan kebutuhan Negara saat ini. Dan ini merupakan Negara Islam pertama di dunia yang mampu menegakkan Negara demokrasi, aku Jimmy Carter jelas Jimly.
“Demokrasi sebagai bagian terpenting dalam pergaulan politik dunia saat ini menjadi standar bernegara. Dan pola demokrasi setiap Negara pasti akan menyesuaikan dengan kepentingannya,” ujar Jimlly.
Meski demikian dalam berdemokrasi tentu masih banyak hal yang perlu pembatasan-pembatasan sesuai dengan kepentingan demokrasi itu sendiri. Jimly mengambil contoh, di Amerika Serikat (AS) aja demokrasi untuk mewujudkan kebebasan dan pengakuan atas ras saja membutuhkan waktu 2,5 abad baru bisa akui kulit hitam sebagai presiden.
Kilas balik
Bila merujuk soal demokrasi dalam Islam, Muhammad sebagai Nabi telah memberikan contoh yang jelas dan tegas. Bahkan pakar orientalis Montgomery Watt, kata Jimmly menegaskan bahwa Muhammad itu, ”Prophet and statesman” (Seorang Nabi dan negarawan). Hal itu dia tunjukkan dalam proses bernegara dengan mewujudkan Piagam Madinah maupun perjanjian Hudaibiyah.
Dalam soal kepemimpinan dan penugasan terhadap para sahabat juga sesuai dengan profesionalnya tanpa memperhatikan suku maupun ras. Dan yang lebih penting lagi ujar Jimly, Nabi Muhammad setiap membuat keputusan selalu bermusyawarah kecuali masalah wahyu.
Jimly menegaskan pola kepemimpinan yang disampaikan Rasulullah bukan pola kepemimpinan popular seperti di Indonesia yang mereduksi kepemimpinan pencitraan. Tetapi Muhammad justru memberikan contoh kepemimpinan berwatak uswah. Maksudnya, kepemimpinan yang taat pada aturan.
“Dengan taat pada aturan maka elit politik tidak akan melakukan kepemimpinan tebang pilih. Karena kepemimpinan tebang pilih akan melahirkan kesenjangan politik maupun kesenjangan ekonomi.kesenjangan akan elahirkan ketidakadilan dan kemanusiaan,” jelas mantan Mahkamah Konstitusi.
Sementara itu Prof Dr Daniel Muhammad Rasyid, dewan pakar ICMI Jatim memaparkan bahwa 60 persen asset nasional Negara Indonesia saat ini hanya dikuasai oleh 1 persen dari jumlah penduduk Indonesia yang 260 juta. Dari 60 persen itu jelasnya 80 persen dalam penguasaa asset tanah. Jadi kesenjangan inilah yang kita rasakan saat ini, tambahnya. Akibat dari itu maka ketimpangan dan ketidakadilan itu dirasakan oleh rakyat.
Masih menurut Daniel, maka dari itu grand-design kepemimpinan Negara dan pemerintahan masa datang dalam konsep pembangunan harus mampu melahirkan banyak enterpreneur. Selain itu kata Daniel, ke depan pergeseran ekonomi yang mulai berjalan dari Eropa maupun
Amerika bergerak ke benua Asia. Dan kehancuran ekosistem di Indonesia akibat penguasaan aset atas pengelolaan tanah utamanya pertambangan harus segera diperbaiki. Sehingga kesenjangan ekonomi maupun ekosistem bisa diminimalisir.
Bagi Daniel persoalan kepemimpinan saat ini juga harus memperhatikan jabatan publik itu sebisanya hanya sekali periode saja.
“Dengan satu periode kepemimpinan publik maka program kerja menjadi fokus dan tuntas sehingga jauh dari keinginan korupsi,” tegasnya.*