Hidayatullah.com–Ancaman bahaya rokok dari masa ke masa terus meningkat. Kini konsumsi rokok telah mencapai 302 miliar batang pertahun di Indonesia. Fenomena ini benar-benar bencana tersembunyi, sehingga rokok pantas menjadi Darurat Nasional.
Hal ini disampaikan Tim Ahli Majelis Pembina Kesehatan Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Dr. Sudibyo Markus dalam diskusi publik tentang tembakau di Aula Pusat Dakwah Muhammadiyah Jakarta, Jalan Menteng Raya no. 26 Jakarta Pusat, Senin (30/09/2013) siang.
“Bukan hanya narkoba yang termasuk bahaya nasional. Rokok ini lebih serius daripada narkoba, ada 77 juta lebih perokok. Ada perokok primer, ada perokok sekunder, ada perokok tertier yang tidak tahu menahu. Betul-betul rokok sudah jadi darurat nasional,” ungkapnya saat membahas Hasil Polling Dukungan Masyarakat Terhadap Kebijakan Pengendalian Tembakau yang digelar.
Markus memaparkan, pada tahun 1970 ketika konsumsi rokok di Indonesia “masih” berjumlah 30 miliar batang, masyarakat belum terlalu merasakan ancaman bahaya rokok.
Sebagian orang saat itu, lanjutnya, masih menganggap merokok sekedar kebiasaan belaka. 40 tahun kemudian, ketika jumlah konsumsi rokok meningkat menjadi 302 miliar batang pertahun untuk penduduk 240 juta jiwa, masyarakat baru terkejut.
Markus mensinyalir, jika situasi ini dibiarkan, argo rokok akan berjalan terus. Bukan mustahil jika 6 tahun kemudian jumlah konsumsi rokok di Indonesia melebihi angka di atas.
“Kita bisa bayangkan negeri kita bisa menjadi surga nikotin,” imbuhnya.
Markus pun menyayangkan begitu mudahnya perdagangan rokok di Indonesia. Padahal di luar negeri perdagangan rokok tidak sebebas Indonesia.
“Di Indomaret (rokok) dipajang di kasir. Kalau di luar negeri diumpetin, belinya diam-diam, kayak beli kondom zaman dulu,” ujarnya.
Dia juga menyebut, selain narkoba dan rokok, alkohol juga memiliki level ancaman yang sama. Ketiganya merupakan serangkai pembunuh.
Diberitakan sebelumnya, hasil polling di atas menyimpulkan, mayoritas masyarakat Indonesia semakin sadar akan bahaya rokok.
Penelitian ini digelar Indonesia Institute for Social Development (IISD) bekerjasama dengan Lembaga Penelitian dan Pengembangan Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka (UHAMKA).*