Hidayatullah.com–Indonesia kini dalam kondisi darurat kejahatan seksual anak. Upaya pemerintah yang telah mencanangkan Gerakan Anti Kekerasan Seksual terhadap Anak (GN-AKSA) dan akan ditindaklanjuti dengan mengeluarkan instruksi presiden (inpres), dinilai tidak menyentuh akar munculnya persoalan.
“Bila dicermati program pemerintah ini lebih banyak mengembalikan tanggung jawab perlindungan anak dari kekerasan kepada orang tua dan keluarga. Tanggung jawab pemerintah seolah cukup diwujudkan dengan pemberian sanksi yang lebih berat pada pelaku kejahatan, dan pemberian fasilitas agar korban kekerasan mendapatkan bantuan pengobatan dan pemulihan kondisi mental,” tulis Iffah Ainur Rochmah, Juru Bicara Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia (MHTI) dalam rilis yang diterima hidayatullah.com, Sabtu (24/5/2014) sore.
Padahal persoalan ini, menurut Iffah, buah dari penerapan sistem sekuler dan liberal yang rusak, yang hanya melahirkan kerusakan dan kebobrokan di semua lini kehidupan. Tidaklah cukup menyelesaikan masalah ini hanya dari satu sisi, misalnya pendidikan seks pada anak semenjak dini, atau memperberat hukuman terhadap pelaku termasuk dengan memberikan suntikan hormon yang kerap disebut kebiri kimiawi.
Kata Iffah, perlindungan menyeluruh bagi anak dari kekerasan seksual mengharuskan negara membuat evaluasi menyeluruh atas kebijakan terkait berjalannya fungsi keluarga, adanya lingkungan yang kondusif, kurikulum pendidikan yang sejalan serta penegakan hukum.
“Ini artinya, negaralah pihak yang paling bertanggung jawab dalam melahirkan sistem yang akan memberi perlindungan seutuhnya bagi anak. Bila sistem sekuler dan liberal yang berjalan saat ini terbukti hanya melahirkan maraknya kejahatan seksual terhadap anak, selayaknya sistem ini dibuang jauh-jauh dari kehidupan umat yang mayoritas Muslim ini,” tegas Iffah.*