Hidayatullah.com– Awal Desember ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) membubarkan 10 lembaga non-struktural, di antaranya Dewan Buku Nasional. Pembubaran dewan ini dikritisi oleh pengamat pendidikan dari Perguruan Taman Siswa, Darmaningtyas.
Menurutnya, kebijakan itu sebagai bentuk kurangnya perhatian pemerintah terhadap dunia perbukuan Indonesia. Juga dinilainya bertolak belakang dengan jargon Revolusi Mental-nya Jokowi.
“Nah, Jokowi itu kalau benar-benar mau Revolusi Mental, Revolusi Mental mestinya dimulai dari perbukuan. Bukan dengan membubarkan perbukuan (Dewan Buku Nasional. Red). Ini kan dibalik,” ujarnya pada acara Refleksi Akhir Tahun 2014 IKAPI DKI Jakarta di Jakarta, baru-baru ini.
Dewan Penasihat Center for Betterment of Education (CBE) ini menilai, sejak dulu pemerintah memang kurang memperhatikan perbukuan. “Saya belum lihat anggaran pendidikan dialokasikan sekian ratus miliar untuk penerbitan. Padahal dana pendidikan kita selalu sisa, nggak pernah habis,” ujarnya.
“Pemerintah nggak care (peduli) terhadap hal-hal seperti itu. Jadi gimana ya? Jadi pemikir-pemikir itu memang nggak dianggap. Kalau katanya ada Revolusi Mental, itu salahnya yang mimpin juga,” kritiknya di depan ratusan hadirin termasuk awak hidayatullah.com di Wisma Antara, Jl Merdeka Selatan, Rabu (17/12/2014).
Faktor Teknologi
Darmaningtyas mengatakan, pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla seharusnya menyadari jika saat ini minat baca masyarakat Indonesia menurun. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kementerian Agama pun semestinya mendorong peningkatan minat tersebut.
“Kementerian itu punya alokasi budget untuk mendukung industri perbukuan,” ungkapnya.
Pemerintah juga didesaknya untuk mendorong para penerbit dan penulis di daerah agar produktif. Jika di setiap kota/kabupaten ada penulis, redaktur, dan sebagainya, ia yakin ekonomi masyarakat bisa berkembang dan lebih maju.
Selain kurangnya perhatian pemerintah, menurunnya minat baca masyarakat juga dia anggap karena perkembangan teknologi. “Salah satu penyebabnya ya HP. Mahasiswa sekarang rajin membaca, rajin menulis, tapi menulis SMS, bukan membaca buku,” ujarnya.
Ia mengaku pernah bertanya kepada para mahasiswa soal buku apa yang mereka baca dalam tiga bulan terakhir. Tidak ada yang menyebutkan buku yang dibaca. “Tapi coba tanya merek HP terbaru, pada tahu,” ujarnya.
Seperti diketahui, Presiden Jokowi membubarkan sepuluh lembaga non-struktural sejak Kamis (04/12/2014). Pembubaran ini untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi pemerintahan, didasari Peraturan Presiden Nomor 176 tentang Pembubaran 10 Lembaga Non Struktural.
Dikutip dari laman Sekretariat Kabinet, kesepuluh lembaga tersebut adalah Dewan Penerbangan dan Antariksa Nasional; Lembaga Koordinasi dan Pengendalian Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat; Dewan Buku Nasional; Komisi Hukum Nasional; Badan Kebijaksanaan dan Pengendalian Pembangunan Perumahan dan Permukiman Nasional.
Selain itu, Komite Antar Departemen Bidang Kehutanan; Badan Pengembangan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu; Komite Aksi Nasional Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak-Anak; Dewan Pengembangan Kawasan Timur Indonesia; dan Dewan Gula Indonesia.*