Hidayatullah.com–Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saefuddin menegaskan meski Indonesia mayoritas beragama Islam, Indonesia bukan negara Islam juga bukan negara sekuler yang memisahkan relasi agama dan negara.
Hal ini ditegaskan Menag kepada Duta Besar Amerika Serikat (USA) untuk Indonesia Robert O Blake yang berkunjung ke Kementerian Agama Jl. Lapangan Banteng Barat 3-4 Jakarta, Rabu (21/01/2015).
“Meski Indonesia mayoritas beragama Islam, namun Indonesia bukan negara Islam. Indonesia juga bukan negara sekuler yang memisahkan relasi agama dan negara. Itulah salah satu kekhasan negara kami,” terang Menag didampingi Sekjen Kemenag Nur Syam, Kabiro Hukum dan Kerjasama Luar Negeri Ahmad Gunaryo, dan Sekretaris Menag Khoirul Huda.
Kepada Dubes Blake, Menag menjelaskan bahwa masyarakat Indonesia sejak ratusan bahkan ribuan tahun lalu, dalam kesehariannya dikenal memegang kuat nilai-nilai agama apa pun agamanya.
Itulah mengapa, agama tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan kemasyarakatan Kami. Meski demikian, ujar Menag, (para Founding Father) tidak memformalkannya Indonesia menjadi negara yang berdasarkan agama.
“Hal ini karena sejak jaman dahulu, kami memang sangat majemuk dan beragam,” tukasnya dikutip laman KeMenag.
Terkait keragaman dan kemajemukan di Indonesia, kepada Dubes Blake yang pernah bertugas di India dan Pakistan, Menag memberikan gambaran tentang salah satu kearifan lokal Indonesia yang tumbuh subur di hampir semua etnis Nusantara.
“Di tengah-tengah kemajemukan dan keragaman, kami mempunyai budaya Teposliro, yakni perpaduan antara toleransi dan tenggangrasa. Toleransi adalah bagaimana kita bisa menjaga perasaan diri terhadap perbuatan orang lain di tengah-tengah lingkungan kita yang berbeda dan majemuk. Sedang tenggang rasa merupakan kemampuan kita dalam menjaga perasaan orang lain atas perbuatan yang akan kita lakukan,” ujar Menag.*