Hidayatullah.com– Gereja Injili Di Indonesia (GIDI) mengajukan tiga hal tuntutan kepada umat Islam Tolikara, yaitu pertama membersihkan nama GIDI dari unsur separatis atau opini tentang terorisme. Kedua, menuntut agar dua tersangka yang ditahan Polda itu dilepaskan.
“Ini sungguh mengagetkan sekali. Apalagi, tuntutan yang ketiga mereka mendesak penyelesaian dengan hukum adat,” tegas Mustofa saat menjadi pembicara dalam Dialog Publik yang bertema “Intoleransi di Tolikara” di Jakarta, (11/09/2015).
Menurut Mustofa, penyerangan GIDI terhadap umat Islam Tolikara adalah perbuatan pidana murni jadi tidak mungkin 3 permintaan GIDI dipenuhi. Justru, sebaliknya orang-orang yang terekam dalam video, serta berjumlah sekitar 200 lebih penyerang yang membakar kios, masjid beserta rumah penduduk entah agama apapun, itu harus ditangkap semua.
“Itu ditangkap dulu semuanya, baru kemudian setelah otak pelaku sudah ditangkap seperti Presiden GIDI, semua pengurus GIDI wilayah Tolikara, termasuk yang membuat surat edaran, maka 200 penyerang itu tidak masalah jika ingin dilepaskan,” paparnya.
Mustofa menuturkan bahwa 200 penyerang dilepaskan selama otak pelaku sudah ditangkap semuanya. “Lha ini, baru 2 orang yang ditangkap, masih 198 orang belum ditangkap tetapi kok sudah minta dibebaskan. Ini tentu permintaan konyol jadi abaikan saja!”
Mustofa menambahkan kalau perlu, karena tindakan GIDI ini sudah begitu melampaui batas maka pemerintah wajib membekukan organisasi yang bernama GIDI tersebut. Setelah dibekukan, rekeningnya pun juga harus dibekukan sebab organisasi ini berani membuat ancaman yang melanggar asas-asas toleransi sehingga dikatakan tindakan intoleransi.
“Nah, informasi yang saya terima sebagian besar para pelaku penyerangan adalah peserta KKR dan Seminar Internasional GIDI yang jaraknya sekitar 100 meter dari lokasi kebakaran,” ungkapnya.
Dengan demikian, menurut Mustofa, Ketua Panitia acara kegiatan GIDI itu (Bupati Tolikara Usman G. Wanimbo) kalau bisa juga ditangkap karena ada indikasi antara seminar itu, yang semula tidak bertepatan dengan Idul Fitri kemudian dirubah waktunya bertepatan dengan Idul Fitri.
“Ini ada kesengajaan, maka dari itu penitia seminar harus dipanggil dan ditangkap, ditetapkan sebagai tersangka.”
Menurut Mustofa, penyerangan yang dilakukan oleh GIDI terhadap umat Islam Tolikara yang hendak menunaikan sholat Idul Fitri, itu merupakan tindakan terorisme dengan tiga indikasi.
“Pertama, ada aksi menebar ketakutan secara missal, kedua, ada organisasi yang memiliki jaringan luas untuk melakukan aksi itu, ketiga ada yang mendanai. Tiga criteria ini sudah cukup untuk mengatakan bahwa GIDI masuk dalam organisasi terror,” tandasnya.*