Hidayatullah.com- Ulama Betawi KH Cholil Ridwan mengajak para tokoh politik, parpol, maupun masyarakat untuk menjalankan peran politiknya dengan landasan iman.
“Mari kita berpolitik dengan iman, bukan dengan politik uang. Kita berpolitik dengan iman, insya Allah kita diridhai oleh Allah,” serunya di Masjid Al-Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Hal itu ia sampaikan dalam acara muzakarah ulama bersama pimpinan parpol dan tokoh-tokoh masyarakat terkait pengusungan calon gubernur-wakil gubernur Muslim. [Baca: Puluhan Tokoh Politik-Masyarakat dan Ulama Dorong Parpol Usung Pasangan Muslim]
Soal pengusungan pasangan cagub-cawagub pada Pilkada DKI Jakarta 2017, Rais Syuriyah NU DKI, KH Mahfudz Asirun menduga, sejumlah parpol masih melakukan tawar-menawar politik termasuk mungkin dengan uang.
Kiai Cholil mengatakan, keimanan merupakan unsur penting bagi persatuan umat. Sebaliknya, umat maupun tokoh politik Islam susah bersatu karena berpolitiknya belum dilandasi keimanan.
“Karena masih Muslimin, bukan Mukminin,” ujar anggota Majelis Tinggi Jakarta Bersyariah ini.
Muslim dan Mukmin
Cholil menjelaskan maksudnya. Muslimin itu orang yang berislam, Mukminin orang yang beriman. Muslim belum tentu Mukmin, sedang Mukmin tingkatannya di atas Muslim.
Karena kebanyakan masih Muslim, belum Mukmin, menurut Cholil, umat Islam saat ini selalu menjadi pecundang.
“Kenapa umat Islam dan Muslimin selalu menjadi pecundang, selalu menjadi objek, bukan subjek? Jawaban saya, mudahan salah, karena kita hanya bangga dengan istilah Muslimin (tanpa ditingkatkan menjadi Mukminin. Red),” ungkapnya seraya memohon dinasihati jika pendapatnya perlu diluruskan.
Itulah mengapa, kata Cholil, di Indonesia sering disebut banyak pejabat korupsi meski mengaku beragama Islam. Sebab, kata dia, pejabat korup tersebut masih sebatas Muslim, belum Mukmin. [Baca juga: KH Mahfudz Asirun: NU DKI Dukung Gubernur Muslim-Beriman]
Pejabat/pemimpin yang Mukmin, kata Cholil, tidak akan korupsi. Jika melakukan korupsi, maka saat itu ia tengah kehilangan imannya. “(Jika) habis korupsi, (ia) istighfar, balik lagi imannya, tapi tidak semua,” ujarnya.
Pendapat ini Cholil kuatkan berdasarkan sebuah riwayat, dimana Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menekankan, tidaklah seseorang berzina melainkan sedang kehilangan imannya.
“Berarti, jika seorang pezina itu Muslim, (maka) belum tentu Mukmin. Ini yang perlu kita pahami,” ujar Pendiri Pondok Pesantren Al-Husnayain, Jakarta ini mencontohkan.
Waspadai Munafiq
Terkait pengusungan cagub-cawagub pada Pilkada DKI Jakarta 2017, Cholil mengingatkan umat Islam untuk mewaspadai orang-orang munafiq.
Cholil mengatakan, orang-orang yang mengaku Muslim tapi mendukung/memilih pemimpin non-Muslim, perlu diantisipasi sekaligus diingatkan.
Terkait parpol serta tokoh-tokoh Islam yang mendukung calon gubernur non-Muslim, Cholil menyarankan agar mereka dinasihati dan disilaturahimi oleh para ulama, habaib, dan pemuka agama. [Baca juga: FPI: Memilih Gubernur Muslim Termasuk ‘Jihad’]*