Hidayatullah.com–Koordinator Indonesian Crime Analyst Forum (ICAF) Mustofa B. Nahrawardaya, menilai tidak elegan jika telah disimpulkan secara terbuka dan terburu-buru bahwa pelaku penembakan terhadap Bripka Sukardi adalah kelompok teroris, apalagi spesifik ke kelompok Abu Roban.
Hal itu disampaikan Indonesian Crime Analyst Forum terkait penembakan terhadap Bripka Sukardi yang terjadi beberapa waktu lalu tak jauh dari Gedung KPK, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan.
“Bagaimanapun, musuh Polri bukan saja teroris semata. Masih banyak musuh lain misalnya bandar narkoba, juga oknum Korp lain yang sering bergesekan kepentingan dengan Polri, dan juga koruptor kelas kakap,” kata Mustofa kepada hidayatullah.com, Kamis (12/09/2013).
Kata Mustofa, banyaknya koruptor yang sekarang mulai menyentuh level Jenderal Polisi, jangan anggap sepele. Dia menduga keras efek vonis Cebongan, bisa jadi terkait dengan penembakan ini.
“Juga, sudah diringkusnya pentolan-pentolan preman Indonesia oleh polisi. Kenapa hanya teroris yang jadi kambing hitam,” tukasnya.
Modus operandi, cara eksekusi, atau jenis kendaraan pelaku, serta kaliber peluru yang sama dengan kaliber penembakan-penembakan sebelumnya, jelas dia, belumlah bisa menjadi alasan pembenar tentang keterkaitan diantara mereka sebagai kerja kelompok yang sama. Sebab sistem kerja tersebut bisa saja ditiru oleh siapapun yang memiliki akses senjata dan akses intelijen serta pengetahuan militer.
Ia mengingatkan bahwa, menyebut teroris sebagai pelaku pada setiap kejadian penembakan polisi, memang sekilas melegakan masyarakat. Efek penyematan itu, masyarakat sementara bisa lega karena merasa aman dan mengira polisi sudah mendapatkan titik terang siapa pelakunya.
“Tapi, jika stampel ini salah, meski melegakan masyarakat, tidaklah menyelesaikan masalah. Di satu sisi masyarakat merasa tenang, namun penembakan demi penembakan akan terus terjadi. Korban akan terus berjatuhan,” imbuh dia.
Untuk itu, pihaknya menawarkan solusinya, yakni mendorong agar polisi harus profesional, dan menanggalkan mindset “teroris pelakunya” terlebih dahulu agar bisa bekerja secara jernih dan rapi.
“Polisi tidak boleh menutup-nutupi apa yang sebenarnya terjadi,” bilangnya memungkasi.*