Hidayatullah.com– Menyikapi kasus video porno anak yang melibatkan perempuan dewasa, orangtua anak, pendonor dana asing, dan sebagainya, di Bandung, Jawa Barat, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) merekomendasikan sejumlah hal.
Rekomendasi itu hasil koordinasi lintas sektor yang dilakukan Komisioner Bidang Sosial dan Anak Dalam Situasi Darurat, Susianah Affandy dan Komisioner Bidang Pornografi dan Cyber Crime, Margaret Aliyatul Maimunah, pada 10-11 Januari 2018 di Bandung.
Baca juga: Video Porno Anak Bandung: dari Anjal sampai Pendana WN Rusia
“Merekemondasikan adanya pemberatan hukuman kepada pelaku kejahatan eksploitasi seksual dan ekonomi yang dilakukan Susanti (40) orangtua Dn dan Herni (41) orangtua Rd, FA, CC, IN dan IM sebagaimana diatur dalam UU 35 tTahun 2014 tentang Perlindungan Anak yakni ancaman penjara 15 tahun,” ujarnya dalam rilis KPAI kepada hidayatullah.com, Jumat (12/01/2018).
Kemudian, KPAI meminta aparat kepolisian untuk melakukan pendalaman ITE atau digital forensic untuk mengetahui tujuan pembuatan video pesanan warga negara asing asal Rusia, berinisial ROB.
“KPAI meminta kepolisian membongkar transaksi antara pemesan video dengan penerima pesanan yakni FA yang diduga dilakukan via Facebook. Pendalaman ini bertujuan untuk membongkar sindikat pedofil internasional yang memangsa anak-anak jalanan yang lemah secara ekonomi,” imbuhnya.
Baca: Orangtua Harus Bernyali Atasi Kejahatan Pornografi pada Anak
Kemudian, KPAI meminta pihak Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) untuk memberikan layanan secara terpadu kepada ketiga korban.
Layanan terpadu yang dimaksud adalah mencakup pemenuhan semua kebutuhan dasar anak antara lain trauma healing, kesehatan (jasmani dan mental), sandang dan pangan, serta kebutuhan rasa nyaman (spiritual).
“Untuk itu, KPAI meminta kepada Pemerintah Propinsi Jawa Barat dalam hal ini P2TP2A agar berkoordinasi lintas sektor terkait pemenuhan hak dasar anak tersebut,” ungkapnya.
KPAI juga meminta agar setelah proses trauma healing-nya selesai, untuk membuka akses anak kepada proses assessment (penilaian) yang dilakukan oleh Sakti Peksos (Satuan Bakti Pekerja Sosial) Dinas Sosial dan pihak-pihak terkait lainnya, dalam upaya pemenuhan hak anak.
“Saat pengawasan dilakukan, pihak P2TP2A tidak memberikan akses kepada pihak-pihak terkait untuk bertemu dengan anak termasuk dalam hal ini KPAI dan Dinas Sosial (hanya diizinkan melihat dari jarak 10 meter dari ruang berkaca),” imbuhnya mengungkapkan.
Baca: Indonesia Diminta Hukum Seberat-seberatnya Pelaku Kejahatan Seksual Anak
Selanjutnya, KPAI meminta kepada Pemerintah agar memberikan pengawasan terhadap anggota masyarakat yang rentan miskin dan merupakan penyandang masalah kesejahteraan sosial. “Karena dari keluarga tersebut mengabaikan pemenuhan hak anak.”
KPAI meminta Pemerintah untuk memperhatikan kecakapan keluarga dalam pengasuhan anak dan memastikan anak terlindungi dan terpenuhi hak-haknya. Pemerintah juga harus dapat menjamin kesejahteraan keluarga, sehingga memiliki kecakapan dalam memberikan perlindungan kepada anak-anaknya.
Rekomendasi pamungkas, KPAI meminta kepada masyarakat luas agar melakukan pengkondisian tiga anak di Bandung itu agar tidak menjadi korban bullying di keluarga, lembaga pendidikan, dan lingkungan sekitarnya.
“Korban yang di-bully akan melahirkan trauma mendalam dan di masa dewasa mereka sangat rentan menjadi pelaku,” pungkasnya.*
Baca: Usut Tuntas Kasus Kejahatan Seksual Anak di Media Sosial