Hidayatullah.com– Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) yang juga pakar hukum tata negara, Prof Yusril Ihza Mahendra, diadang sekelompok orang di kompleks Bandara Gusti Sjamsir Alam, Kotabaru, Kalimantan Selatan, Jumat (06/07/2018).
Aksi saling dorong pun terjadi antara massa dan personel kepolisian di gerbang Bandara Gusti Sjamsir Alam Kotabaru.
Mereka menolak kedatangan Yusril karena dituding pro pengusaha tambang. Massa mulai memadati bandara sejak sebelum adzan Jumat. Sementara dari informasi di lapangan, kepolisian mengerahkan ratusan personelnya untuk mengamankan bandara.
Usai shalat Jumat, tampak Dandim 1004 Kotabaru Letkol Inf Rony Fitriyanto dan Kapolres AKBP Suhasto memasuki bandara. Sekitar pukul 13.30 WITA, pesawat yang membawa Yusril tiba di bandara.
Massa yang berkerumun meminta setiap kaca mobil yang melintas agar dibuka. Mereka ingin memastikan keberadaan Yusril. Setengah jam berlalu, Yusril tak juga tampak. Massa terus berteriak. Barulah sekitar pukul 14.00 waktu setempat terlihat Yusril keluar bandara dengan pengawalan ketat polisi.
Aksi saling dorong pun akhirnya tak terhindarkan. Terdengar juga teriakan marah warga yang dikabarkan terkena tameng polisi. Yusril lantas meminta mikrofon dan menawarkan warga untuk dialog terbuka. Namun, warga meneriakkan kata ‘tidak’.
“Tidak ada negosiasi! Yusril balik kanan, kami balik kiri!” teriak warga kutip Jawapos.com, Sabtu (07/07/2018).
Peristiwa tersebut berlangsung sekitar 20 menit, hingga tiba-tiba muncul sosok ulama kondang, Ustadz Muhammad Arifin Ilham yang juga dai asal Kalsel.
Di hadapan sekelompok orang itu, Ustadz Arifin mengatakan, dia datang ke Kalsel untuk mengisi ceramah agama di Masjid Raya Khusnul Khatimah. Berbeda agenda dari Yusril. Kendati begitu, Ustadz Arifin meminta warga mengizinkan Yusril masuk ke Pulau Laut dan menyelesaikan urusannya.
Namun, permintaan Ustadz Arifin itupun ditolak massa, lantas meminta jalan dan melangkah maju. Kapolres, Dandim, serta polisi membuat benteng ketat. Yusril berjalan di belakang Ustadz Arifin. Terjadi aksi dorong-dorongan di sana. Namun akhirnya rombongan Yusril dapat masuk ke dalam bus polisi. Mereka kemudian bergerak ke arah kota.
Aksi pengadangan terhadap Yusril itu menuai kecaman keras dari mantan Panglima Kodam Iskandar Muda yang juga Direktur Utama Sebuku Grup, Mayor Jenderal TNI (Purn) Soenarko.
Menurut mantan Danjen Kopassus itu, aksi pengadangan tersebut sudah direncanakan oleh orang-orang tertentu, ditambah perilaku aparat kepolisian yang tidak profesional di lapangan.
“Malu kita sebagai warga negara, orang mau tausyiah di acara halalbihalal malah diadang oleh segerombolan orang, ada yang mulutnya bau tuak, matanya merah,” ujar Soenarko melalui keterangan tertulisnya.
Bahkan, Soenarko mengungkapkan, menurut laporan anak buahnya, ada juga residivis yang baru keluar penjara dua bulan lalu dan ikut dalam gerombolan massa yang mengadang Yusril itu.
“Tahu apa soal tambang. Ini pasti sudah ada yang sengaja menggerakkan. Tidak mungkin kalau tidak digerakkan,” ujar Soenarko.
Ironisnya, imbuh Soenarko, jumlah aparat kepolisian dan TNI justru lebih banyak dari massa yang melakukan pengadangan tersebut.
“Polisi berpakaian dinas jumlahnya banyak, belum lagi yang berpakaian preman. Ditambah anggota TNI, ada juga mobil water canon, aneh saja tidak bisa mengatasi massa yang sebagian mabuk tuak itu,” tegasnya.
Ia pun mendesak Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian untuk mencopot pimpinan Polda Kalsel dan Polres Kotabaru. Pasalnya, polda setempat gagal menjaga keamanan bandara yang merupakan objek vital.
“Sudah jelas bandara itu bagian dari objek vital, harus diamankan. Masak menyebut ada 1.100 massa, padahal cuman belasan orang. Ini bentuk intimidasi kepada tokoh nasional agar Prof Yusril pulang. Ini aneh,” tegasnya.
Soenarko juga bahkan mencium ada semacam skenario yang boleh jadi dibayar pihak tertentu. Karena itu dirinya meminta Kapolri agar menindak anak buahnya yang tidak profesional.
“Kalau oknum-oknum begini bercokol di kepolisian dan nanti jadi petinggi Polri, yang rugi seluruh bangsa Indonesia ini,” tegasnya.
Sementara itu, secara terpisah, menurut Direktur Utama Politeknik Kotabaru Ibnu Faozi, ide mengadang Yusril di bandara adalah ide spontan. Faozi yang mengadang Yusril menuturkan, aksi massa itu murni aspirasi warga.
Terkait penolakan dialog, Faozi mengklaim percuma berdialog dengan Yusril, yang dituding jelas-jelas sudah berbeda pandangan soal keberadaan tambang. Kendati begitu, dia menjamin warga tidak akan bertindak anarkistis, meski Yusril memaksa masuk Pulau Laut.
“Dorong-dorongan itu bentuk kekecewaan saja. Dari dulu, sejak tahun 2000 kami sudah menolak tambang di Pulau Laut. Yang terjadi di bandara hanya bentuk kekecewaan,” pungkasnya.
Pantauan hidayatullah.com dalam rekaman video aksi pengadangan itu yang diunggah Yusril di media sosial Twitternya, tampak Ustadz Arifin berbicara dengan pengeras suara, meminta massa agar membuka jalan.
“Ulun handak (saya mau) lewat, buka jalan segera,” pintanya kemudian sejumlah orang mencium tangan sang ustadz lalu membukakan jalan meskipun massa masih tampak padat.*