Hidayatullah.com– Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin yang didaulat menjadi pembicara pada Kongres Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) ke-14, di Plennary Hall Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, Jakarta, menawarkan sejumlah alternatif untuk melakukan pembiayaan pengelolaan rumah sakit.
Menag Lukman menawarkan pembiayaan terkait rumah sakit dan pasien dengan berbasis pengelolaan dana umat.
“Jika kalangan rumah sakit berminat, bisa saja kita berdiskusi dengan para ahli fikih untuk membahas kemungkinan skema pembiayaan pasien hingga investasi rumah sakit dengan memanfaatkan potensi dana umat, seperti wakaf, infak, dan sedekah,” tutur Menag, Kamis (17/10/2018) kutip laman resmi Kementerian Agama.
“Siapa tahu hal itu bisa jadi alternatif solusi ketika rumah sakit dipusingkan dengan urusan BPJS,” sambungnya.
Baca: DPD: BPJS Kesehatan Tunggak Klaim Rumah Sakit Persoalan Serius
Saat ini menurut Menag, permasalahan yang kerap mencuat terkait pelayanan kesehatan di Indonesia adalah biaya yang mahal. Sejak 2014, menurut Menag di Indonesia sudah mulai menggunakan skema BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial). Masyarakat yang tadinya takut ke rumah sakit karena terbayang besarnya biaya perawatan, menjadi terbantu.
“Tapi sayangnya semakin ke sini, gantian rumah sakit yang ketar-ketir karena pembayaran klaim oleh BPJS belum lancar sehingga berisiko mengganggu kesehatan rumah sakit. Kalau rumah sakitnya tidak sehat, lalu bagaimana mau membantu menyehatkan pasien?” tanya Menag.
Dalam kondisi seperti ini, menurut Menag, perlu dicari solusi bersama demi peningkatan kualitas kesehatan masyarakat.
Apalagi menurut Menag, struktur demografi masyarakat Indonesia yang mayoritas Muslim memerlukan solusi terkait peningkatan kualitas kesehatan tersebut.
Baca: UAS Sarankan Ormas Hidayatullah Bisa Bangun Rumah Sakit
Menag menyampaikan, setiap tahun ada 200 ribu jamaah haji dan sekitar 1 juta jamaah umrah.
“Mereka mesti istitha’ah atau memiliki kemampuan, salah satunya dalam hal kesehatan agar dapat menjalankan ibadahnya dengan baik. Ke manakah mereka periksa kesehatan? Tentu ke lembaga kesehatan dan rumah sakit,” ujar Menag.
Maka, lembaga kesehatan dan rumah sakit harus siap memberikan kualitas pelayanan yang memadai. Hal ini bisa diwujudkan bila sebuah rumah sakit juga sehat dalam hal pengelolaan finansialnya.
Menag lalu memperkenalkan istilah “Religious Hospital”. Menurut Menag, sudah sewajarnya di Indonesia yang masyarakatnya religius, nilai-nilai agama turut jadi perhatian kaum medis dalam pengelolaan rumah sakit.
Baca: Kembangkan Potensi Wakaf Produktif, BWI Bangun Rumah Sakit Mata
Menurutnya, salah satu ciri religious hospital, ketika industri rumah sakit dapat menjadi tempat bagi tumbuhnya ekonomi syariah hingga filantropi agama yang bersifat inklusif.
Di sinilah menurut Menag, para pengelola rumah sakit perlu untuk berdiskusi dengan ahli fikih di negeri ini untuk memanfaatkan potensi dana umat yang ada untuk peningkatan kualitas kesehatan bangsa.
“Dalam Islam misalnya, penafsiran fikih di seluruh dunia terkait pengelolaan dana umat sudah semakin terbuka. Sehingga wakaf tak lagi dimaknai jumud dan hanya berupa masjid,” terang
Bahkan menurut Menag saat ini sudah ada kesepakatan internasional yang memungkinkan pemberdayaan wakaf secara lebih produktif dan bersifat inklusif.
“Secara konkret, Kementerian Agama sudah mempraktikan konsep wakaf produktif untuk menyokong pengembangan RS Unisma di Malang, Jawa Timur,” kata Menag.
Baca: Pesan Prof Abdul Aziz Darwis, Umat Islam Harus Punya Rumah Sakit
Menag didaulat memberikan kuliah dalam sesi Memorial Lecture Amino Gondohutomo, yang merupakan bagian Kongres Persi ke-14.
“Lecture ini, tidak dilakukan pada setiap kali kongres Persi. Tapi hanya diberikan setiap empat tahun sekali. Tahun ini, kami minta kesediaan kesediaan Menag Lukman Hakim Saifuddin,” ujar Ketua Panitia Kongres Persi ke-14, dr. Rachmat Mulyana.
Menurut Rachmat, pihaknya memang sengaja mengundang tokoh di luar dunia perumahsakitan untuk mengisi lecture yang dihadiri oleh pengelola rumah sakit se-Indonesia.
“Ini agar kami mendapatkan khasanah keilmuan baru yang dapat menunjang pengelolaan rumah sakit,” tutur Rachmat.*