Hidayatullah.com– Sebagai Chairman of Centre for Dialogue and Cooperation among Civilizations (CDCC), Prof Din Syamsuddin, diundang untuk berbicara pada Konferensi “Enriching the Middle East’s Economic Future” di Doha, Qatar, 30-31 Oktober 2018.
Konferensi diselenggarakan oleh Kementerian Luar Negeri Qatar bersama UCLA Centre for Middle East Development.
Din didapuk berbicara pada upacara pembukaan bersama tiga tokoh lain dengan moderator Prof Steven Spiegel, Director of UCLA CMED dan mahaguru politik Timur Tengah dari Amerika Serikat.
Sesi pembuka tersebut diisi tanya jawab antara moderator dan para pembicara.
Din ditanya tentang apakah agama dan etnisitas berperan terhadap pembangunan khususnya ekonomi di Timur Tengah?
Din menjawab bahwa agama, khususnya Islam, berpengaruh dalam kehidupan masyarakat Timur Tengah, namun belum maksimal diperankan sebagai faktor pendorong ekonomi.
“Islam di Timur Tengah belum ditampilkan sebagai sumber etika pembangunan ekonomi, seperti etika Protestan yang telah mendorong kemajuan Eropa dan etika Konghucu yang sekarang ditengarai menjadi faktor pendorong kebangkitan China dan Asia Timur,” sebut Din dalam rilisnya kepada hidayatullah.com, Kamis (01/11/2018).
Hal itu, menurut Din, karena keberagamaan umat Islam di kawasan itu berkutat pada keyakinan dan peribadatan, belum menjadi paradigma etika.
Selain itu, menurut Din, umat Islam belum berhasil merebut supremasi ilmu pengetahuan dan teknologi, seperti pada abad-abad pertengahan yang membawa dunia Islam (Arab dan Persia) menjadi pemegang supremasi peradaban dunia.
“Tanpa penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi maka mustahil umat Islam meraih kemajuan,” imbuhnya.
Lebih dari itu, tegas Din yang juga Ketua Dewan Pertimbangan MUI, negara-negara Arab terjebak pada egosentrisme primordial etnik (clanship), sehingga kurang mampu menampilkan Islam sebagai faktor pemersatu di antara mereka.
Selain menjadi pembicara kunci pada pembukaan, Din yang juga Guru Besar Politik Islam Global di FISIP dan Program Pascasarjana UIN Jakarta, menjadi salah seorang panelis pada sesi bertajuk “How International Understanding Can Help Economic Development”.
Pada kesempatan ini, Din meminta dunia khususnya Barat memandang kondisi Timur Tengah sebagai dinamika dan tidak menjadikannya sebagai sasaran proxy war (perang perwakilan/proksi) dan ladang perang saudara.
Karena, tegas Din, konflik di Timur Tengah membawa resonansi ke dunia Islam dan dunia pada umumnya.
Dalam kunjungan ke Doha kali ini, Din menyempatkan diri bersilaturahim bersama para tokoh masyarakat Indonesia di Wisma KBRI Doha, dan terlibat dalam diskusi hangat yang dimoderatori oleh Dubes Basri Sidehapi.*