Hidayatullah.com–Buntut dari razia warung oleh Satpol PP Serang beberapa hari lalu terus menjadi bola liar. Tidak hanya terkumpulnya 139 juta dari netizen, tetapi Presiden Jokowi dan Mendagri pun secepat kilat merespon pencabutan 3.143 Perda “ berbau syari’ah”.
Atas dasar itu, Pemuda Persatuan Umat Islam (PUI) angkat bicara. Menurut Raizal Arifin selaku Ketua Umumnya, Kasus Serang adalah momen yang tepat sebagai alasan menutup Perda.
“Arahnya membuat umat Islam tersudut. Ini yang membahayakan, karena beredar luas di media sosial bahwa aturan itu tidak berpihak kepada minoritas yang tidak menjalankan puasa. Aneh sekali,” ujarnya dalam rilisnya pada hidayatullah.com, Rabu, (15/06/2016).
Azam demikian panggilan akrab Raizal Arifin, mengaku janggal dengan keputusan Jokowi terkait pembatalan 3143 Perda hanya karena satu kasus di Serang.
“Jokowi menghapus Perda-Perda sebanyak 3.143 karena kasus Serang, ini janggal. Masa karena problek teknis, dijawab dengan serampangan. Ini negara demokrasi. Hukum Indonesia bisa bersumber dari hukum/adat atau norma yang tidak tertulis di masyarakat. Perda-perda itu adalah hasil dari aspirasi masyarakat serta kepala daerah setempat. Payung hukumnya UU. R.I. No. 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Per-Undang-Undangan,” ujarnya.
Apalagi dalam Bab. X Pasal 53 juga disebutkan; “Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka penyiapan atau pembahasan Rancangan Undang Undang dan Rancangan Peraturan Daerah. Ingat itu bukan asal-asalan membentuk perda. Jangan sampai ada kesan Jokowi anti demokrasi.”
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Pemuda PUI Kana Kurniawan menyayangkan sikap berlebihan Jokowi.
“Perda bukan asal terbit dan kemudian dibatalkan. Ada naskah akademik, masukan tokoh, ormas serta legislatif eksekutif. Yang harus diperhatikan adalah menjaga keseimbangan makna toleransi dan HAM antara di Papua, Bali dan Indonesia Bagian Barat. Ini gak adil. Coba lihat kalau lagi Nyepi di Bali atau Kab. Jayapura serta Paniai yang melarang jualan perniagaan di hari minggu demi menghormati peribadatan,” tambahnya.*