Hidayatullah.com– Anggota Pansus Pemindahan Ibukota asal Fraksi PKS, Sukamta menyatakan semestinya Presiden Joko Widodo tidak buru-buru mengumumkan lokasi ibukota negara (IKN) jika menilik kajian Bappenas yang menurutnya masih banyak kekurangan.
“Setelah kami baca bahan yang diberikan oleh Bappenas yang berupa Executive Summary Kajian Pemindahan IKN Penentuan Lokasi IKN, masih sangat dangkal dan sempit sehingga belum layak untuk diambil kesimpulan apapun apalagi menjadi alasan memindahkan ibu kota negara sebesar Indonesia.
Perspektif yang menonjol soal ekonomi itupun dengan angka-angka yang hitungan detailnya hingga saat ini tidak disampaikan kepada Pansus. Misal disebutkan bahwa pemindahan IKN akan berdampak berupa tambahan kepada Real GDP 0,1% hingga 0,2%, bagaimana angka tersebut diperoleh tidak ada penjelasan,” ujar Sukamta kepada hidayatullah.com Jakarta, Jumat (27/09/2019) dalam keterangannya.
Baca: PKS: Persoalan Papua Lebih Penting daripada Pindah Ibu Kota
Sekretaris Fraksi PKS ini menilai, setidaknya ada 5 hal yang menjadi catatan dari bahan dari Bappenas.
Pertama, perkiraan multiple effect pemindahan IKN Bappenas hanya terkait dengan perekonomian, semestinya juga bisa dijelaskan dampaknya terhadap penguatan kinerja politik, sosial, budaya, dan pertahanan keamanan (hankam).
Jika dampaknya hanya soal ekonomi, mestinya dengan pembangunan infrastruktur yang sudah dilakukan besar-besaran lima tahun ini dan pengembangan pusat-pusat bisnis di daerah cukup, tidak perlu pindah IKN, ujar Sukamta.
Kedua, skenario migrasi ASN, TNI-Polri beserta keluarganya yang diperkirakan berjumlah 700 ribu belum disertai dengan kajian sosial, budaya, dan psikologi. Pemerintah perlu ingat, kata Sukamta, persoalan migrasi termasuk isu sensitif bagi warga lokal pun terhadap pelaku migrasi, mengingat jumlahnya yang sangat besar.
Baca: Komunitas Warteg Tolak Pemindahan Ibu Kota: Ekonomi Belum Stabil
Ketiga, rencana anggaran pemindahan IKN terlalu tinggi mencapai 466 triliun atau hampir 30 miliar dollar AS.
Angka ini jelas akan membebani APBN meskipun Pemerintah ada rencana menggandeng pihak swasta dengan skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KBBU), imbuhnya.
Sukamta menilai biaya pemindahan IKN sangat mungkin bisa ditekan ke angka 10 miliar dollar AS atau 140 triliun, sebagaimana pengalaman di beberapa negara lain.
Keempat, rencana keterlibatan swasta perlu ada pengaturan agar tidak menjadi paradoks terhadap tujuan pemindahan IKN yang disebutkan pemerintah untuk pemerataan ekonomi. Jangan sampai pemindahan IKN ini hanya dinikmati keuntungannya oleh pemilik modal besar.
Kelima, tambahnya, pemerintah perlu memastikan tidak ada pengalihan tanah hak milik negara kepada swasta atau pribadi. Sebagaimana di Putrajaya, semua lahan IKN Malaysia tersebut adalah milik negara.
“Menilik bahan kajian yang masih dangkal dan sempit tersebut, kami jelas belum bisa bersikap terhadap rencana pemindahan IKN. Pemerintah perlu perbaiki dulu kajian dan data-data yang terkait. Ini menyangkut masa depan Indonesia, tidak boleh diputuskan dengan serampangan,” pungkas Anggota DPR asal Yogyakarta tersebut.*