Hidayatullah.com– Umat Islam memiliki panduan yang lebih dari cukup di dalam kitab suci Al-Qur’an dan Sunnah untuk menghadapi berbagai dinamika hidup hingga musibah yang berat sekalipun. Sayangnya, banyak umat Muslim yang justru tidak mampu mencermati panduan tersebut secara baik.
Hal demikian disampaikan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir saat membuka forum Musypimwil III Muhammadiyah Jawa Timur, Sabtu (18/09/2021) pekan kemarin.
Haedar menyampaikan seberat apapun musibah, kaum Muslimin tidak sepantasnya gagap apalagi bertindak yang sama sekali kehilangan unsur hikmah (irfani). Umat Muslim wajib menghadapi musibah dengan iman, ikhtiar, tawakal, kesabaran dengan pendekatan keilmuan yang telah didorong oleh Al-Qur’an.
“Bagi kita kaum beriman, apapun sebab dan wasilahnya dalam sebuah musibah, ketika itu terjadi maka sumber nilai atau nilai subtansif yang kita kedepankan adalah iman, mujahadah, dan kesungguhan,” kata Haedar mengutip ayat ke-11 Surat At-Taghabun dan ayat ke-31 Surat Muhammad.
Haedar meminta umat Islam jangan mau kalah dengan orang sekuler. Dia menyebut orang sekuler macam Albert Camus hingga Steven Pinker bahkan lebih kuat rasa empati dan kemanusiaannya dalam menghadapi musibah.
Haedar mengungkapkan bacaannya terhadap novel karya Albert Camus berjudul La Peste tahun 1947 yang mengisahkan keadaan yang sama terkait pandemi. Dua kelompok manusia muncul, yaitu mereka yang pasrah total tak berikhtiar, atau mereka yang menentang sains dan memberontak pada keadaan dan aturan terkait pandemi.
“Saya pikir seorang yang sekular sekalipun ketika akal budinya hidup, dia mampu membaca fenomena musibah itu dengan cara yang seperti Albert Camus lakukan, apalagi kita sebagai kaum beriman,” terangnya.
Untuk itu, Haedar berpesan agar iman menjadi yang utama, dan sabar sebagai kunci dalam menghadapi ujian dari Allah. “Intinya bahwa iman, kesungguhan, dan kesabaran adalah kunci kita menghadapi musibah seberat apapun agar selain kita membuka pintu langit dan pintu bumi untuk keluar jalan dari musibah ini, sekaligus juga mengunci keruhaniyaan dan akal budi kita agar tetap dalam koridor sebagai kaum beriman,” beber Prof Haedar.
Lebih lanjut, Haedar menjabarkan perihal wahyu pertama, Iqra. “Saya kira itu adalah modal utama bagi kaum Muslimin untuk menjadi kunci satu-satunya dalam membuka cakrawala hidup di mana akal budi yang diberikan Allah termasuk ruhani itu bersinergi, menyatu dengan alam pikiran yang di dalamnya tentu merupakan fitrah Allah yang harus kita rawat.”
“Tapi Allah juga menurunkan fitrah yang lain yang disebut dengan fitrah al munazalah yaitu kitab suci. Maka perpaduan kitab suci dengan akal budi dan hati, itu merupakan kekuatan kita untuk menghadapi kehidupan sesulit apapun, sedinamis apapun, atau seberat apapun,” pungkasnya.* Azim Arrasyid