Hidayatullah.com — Ketua MUI yang juga Ketua Panitia Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia, Asrorun Niam Sholeh mengatakan forum Ijtima ditujukan untuk membahas kepentingan berbagai permasalahan strategis kebangsaan dalam perspektif keagamaan.
Asrorun menjelaskan Islam tidak bisa dipisahkan dari urusan umat dan bangsa karenanya, para ulama memiliki tanggung jawab dalam memberikan arah bagi perbaikan bangsa serta terus menerus seiring dengan peran dakwah yang berkelanjutan tanpa jeda walau sebentar saja.
“Hasil pembahasan dalam forum ini diharapkan menjadi konsensus ulama dan ormas Islam dalam menyikapi berbagai permasalahan kebangsaan dan juga keummatan,” ujar Asrorun saat memberi sambutan pembukaan Ijtima Ulama, Selasa (09/11/2021).
Dari forum ini kata Asrorun diharapkan akan muncul ijma ulama Indonesia terhadap masalah-malasah kontemporer baik yang terkait dengan masalah keagamaan, masalah fiqih kontemporer dan juga masalah hukum dan perundang-undangan.
“Langkah ini sebagai upaya implementasi dari komitmen Majelis Ulama Indonesia untuk terus mengikhtiarkan terwujudnya persamaan metode di dalam dakwah dan juga upaya sinergi dan kolaborasi di dalam menyatukan langkah gerakan ditengah realitas beragamnya organisasi kemasyarakatan Islam dengan beragam visi, misi dan juga beragam strategi,” urainya.
Selain itu, Asrorun menyampaikan Ijtima ini bisa menjadi jembatan antara pemikiran keagamaan dalam membangun diantara kesepakatan para ulama, pimpinan kelembagaan keulamaan dalam berkontribusi memberikan layanan umat dan juga bangsa.
“Kalau bisa bersatu mengapa harus mendua, kalau bisa bersama mengapa harus berpisah, dan jika memang terpaksa harus berbeda, maka kita berbeda karena ilmu dan kesepahaman, bukan berbeda karena kejahilan yang menyebabkan terjadinya saling cela dan juga keterpecahan,” ungkapnya.
Asrorun yang juga Ketua MUI Bidang Fatwa menyampaikan beberapa hal yang akan dibahas dalam kegiatan Ijtima Ulama ini diantaranya masalah tentang kriteria penodaan agama, kemudian makna jihad dan khilafah dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Panduan pemilu yang lebih maslahat bagi bangsa, distribusi lahan untuk kepentingan pemerataan dan juga kepentingan kemaslahantan serta masalah perpajakan untuk kepentingan keadilan.
“Kemudian masalah kontemporer terkait dengan perubahan masyarakat yang begitu akseleratif pasca pandemi Covid. Masyarakat terbiasa dengan dunia digital. Berbagai masalah aktual muncul ditengah masyarakat seperti pernikahan online, kemudian pinjaman online, kemudian aset kripto atau cryptocurrency, kemudian transplantasi rahim, kemudian optimalisasi zakat saham, zakat perusahaan, permasalahan keuangan untuk kepentingan kemaslahatan,” terangnya.
Kemudian Asrorun juga menjelaskan, dalam Ijtima Ulama ini, ada pembahasan mengenai masalah hukum perundang-undangan ada beberapa masalah yang akan dikaji dan juga dibahas. Diantaranya, tentang tinjauan atas RUU tentang Minuman Beralkohol, kemudian tinjauan atas RUU KUHP khusus terkait perzinaan dan juga tinjauan peratutan tata kelola atas turunan dari sertifikasi halal.
“Masalah ini akan dibahas dikaji dan juga diputuskan dengan pendekatan wasathi, yang menjadi komitmen dalam pedoman penetapan fatwa MUI dan juga lembaga fatwa Islam,” tegasnya.
Untuk diketahui, pembukaan Ijtima Ulama sendiri dilaksanakan di Hotel Sultan, Jakarta Pusat. Kegiatan ini dimulai hari Selasa hingga Kamis (09-11 November 2021). Adapun Ijtima Ulama ketujuh ini mengambil tema “Optimalisasi Fatwa untuk Kemaslahatan Bangsa”.*