Hidayatullah.com– Kasus kejahatan seksual Reynhard Sinaga (RS) di Inggris yang mencoreng nama baik Indonesia di dunia internasional agar menjadi pelajaran dan perhatian bagi segenap elemen bangsa.
Aliansi Cinta Keluarga (AILA) Indonesia berharap masalah penyimpangan seksual dapat menjadi perhatian bersama, khususnya bagi para pembuat kebijakan dan perundangan.
Terkait itu, Aila mendesak agar DPR RI segera mensahkan Revisi Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).
Baca:Ā Aila: KasusĀ Kejahatan Seksual Reynhard Sinaga Fenomena Gunung Es
Masih terkait hukum,Ā Aila menyoroti sikap sejumlah pihak yang mendorong disahkannya Rancangan Undang-UndangĀ Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS).
Aila menilai, produk perundangan yang diusulkan saat ini seperti RUU P-KS realitasnya tidak dapat menyasar kejahatan seksual berbasiskan penyimpangan orientasi seksual, karena memiliki celah yang berpotensi menjadi perlindungan hukum bagi kaum homoseksual.
“Terbukti, beberapa respons kelompok pendukung LGBT terhadap kasus RS, justru mendesak DPR untuk segera mengesahkan RUU P-KS. Ini adalah sebuah kekeliruan dalam bersikap,” bunyi siaran pers Aila diterima hidayatullah.com di Jakarta, Rabu (08/01/2020).
Menurut Aila, pada bidang penegakan hukum, Indonesia masih memiliki celah hukum dalam menyelesaikan kasus-kasus kejahatan seksual seperti kasus āPredator Seksual Setanā Reynhard Sinaga.
Baca:Ā āPredator Seksual Setanā asal Indonesia Dijatuhi Hukuman Seumur Hidup di Inggris
Aila merujuk kepada upaya Judicial Review yang telah dilakukan oleh 12 orang pemohon yang diinisiasi oleh AILA Indonesia di Mahkamah Konstitusi. Kemudian menghasilkan amar putusan Nomor 46/PUU-XIV/2016 terkait pasal 284, 285 dan 292 yang meliputi zina, perkosaan dan cabul sesama jenis.
“Pasal 285 terkait perkosaan yang dikenal hukum Indonesia hanya dapat dijerat jika korbannya perempuan, dan pasal 292 terkait cabul sesama jenis yang hanya mengenai korban di bawah usia 18 tahun, dimana perluasan pasal 285 dan 292 yang dimohonkan ini telah ditolak oleh putusan hakim MK. Sehingga dapat dibayangkan jika kasus perkosaan yang dilakukan RS ini terjadi di wilayah hukum Indonesia, penegak hukum akan mengalami kesulitan dalam menjerat kejahatan seksual sesama jenis yang menyasar korban laki-laki,” jelasnya.
AILA Indonesia ingin kembali mengingatkan hasil rapat dengar pendapat pemerintah dengan DPR pada tanggal 17 September 2016. Di antaranya yang menyatakan bahwa homoseksual merupakan masalah sosial yang mengancam kehidupan beragama, ketahanan keluarga, kepribadian bangsa serta ancaman potensial terhadap sistem hukum perkawinan Indonesia.
“Oleh karena itu, agar permasalahan kejahatan seksual di Indonesia tidak terus memakan korban, maka AILA Indonesia mendesak DPR untuk segera mengesahkan RKUHP dengan memasukan pasal-pasal kesusilaan sebagaimana telah diajukan pada Judicial Review tersebut di atas,” desak Aila.
Aila memaparkan, belum optimalnya kebijakan nasional yang berpihak pada penguatan keluarga dan lemahnya kontrol sosial, serta tidak adanya payung hukum yang tegas terkait perilaku seks bebas dan LGBT, menyebabkan generasi muda Indonesia semakin rentan. Sehingga mereka mudah terjebak pada aktivitas seksual yang menyimpang, bahkan dalam kasus RS, malah menjadi aktor kejahatan seksual internasional.
Seseorang yang terjerumus pada perilaku seks bebas dan penyimpangan seksual LGBT, pada banyak kasus yang ditemui, dapat memiliki kecenderungan menjadi predator seksual, karena mereka telah kehilangan rasionalitas dan kesadaran moral yang memandu manusia untuk membedakan benar dan salah.
“Kondisi ini diperburuk dengan minimnya lembaga pendampingan dan konseling terhadap pelaku LGBT agar dapat kembali kepada fitrah yang sebenar,” sebut Aila.*