Hidayatullah.com — Ketua Umum Gerakan Pemuda Ansor sekaligus Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menyinggung polemik aturan pengeras suara masjid oleh Kementrian Agama (Kemenag). Yaqut mengatakan yang meributkan aturan tersebut kurang piknik, mengingat Arab Saudi pun turut menerbitkan aturan soal pengeras suara masjid.
Yaqut menyampaikan pernyataan tersebut dalam pembukaan Konferensi Besar XXV GP Ansor di Kalimantan Selatan, Rabu (30/3/2022).
“Ternyata di Saudi sama seperti di Indonesia. Urusan Toa pun diatur. Jadi orang ribut urusan toa, berarti kurang piknik,” kata Yaqut, sebagaimana dilihat Hidayatullah.com pada YouTube Gerakan Pemuda Ansor, Kamis (31/3/2022).
Yaqut juga mendoakan pihak-pihak yang masih meributkan soal aturan toa masjid bisa umrah ke Saudi. Hal itu, katanya, agar bisa mengetahui secara langsung aturan toa di negara raja Salman Bin Abdul Aziz itu.
“Jadi tahu bahwa di Saudi sana toa pun diatur di Saudi sana, bukan hanya di Indonesia. Ini masih mau ribut lagi soal toa enggak ya kira-kira?” kelakar Yaqut disambut tawa pengurus GP Ansor.
Pemerintah Arab Saudi beberapa waktu lalu diketahui merilis aturan soal pembatasan untuk pengeras suara eksternal di masjid-masjid saat bulan Ramadan tahun ini. Kementerian Urusan Islam Saudi mengatur bahwa tingkat kenyaringan perangkat internal masjid tidak boleh melebihi sepertiga dari level maksimum pengeras suara.
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas sendiri juga menerbitkan edaran yang mengatur penggunaan pengeras suara di masjid dan musala. Aturan ini tertuang dalam Surat Edaran Menteri Agama No SE 05 tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala.
Menurut Menag, dalam pernyataannya pada Senin, 2 Februari 2022, penggunaan pengeras suara di masjid dan musala merupakan kebutuhan bagi umat Islam sebagai salah satu media syiar Islam di tengah masyarakat. Pada saat yang bersamaan, masyarakat Indonesia juga beragam, baik agama, keyakinan, latar belakang, dan lainnya. Sehingga, diperlukan upaya untuk merawat persaudaraan dan harmoni sosial.
Edaran itu salah satunya mengatur agar volume pengeras suara masjid atau musala paling besar 100 dB atau desibel dengan suara tidak sumbang agar tak mengganggu penganut agama lain.
“Pedoman diterbitkan sebagai upaya meningkatkan ketenteraman, ketertiban, dan keharmonisan antarwarga masyarakat,” ujar Yaqut.*