Hidayatullah.com–Para petani Palestina tetap bekerja di Jalur Gaza, meskipun Israel menerapkan larangan ekspor sehingga produktvitas menurun.
Israel melarang ekspor buah strawberi dan bunga berdasarkan kesepakatan dengan pemerintah Belanda. Petani di Jalur Gaza tidak diperbolehkan mengakses pasar yang menguntungkan di Tepi Barat dan wilayah yang dikuasai Israel.
Zionis Israel telah meratakan banyak lahan pertanian milik petani Palestina, selama sepuluh tahun terakhir.
Namun, petani Palestina tetap bekerja menghasilkan strawberi, anyelir, tomat ceri dan paprika untuk diekspor ke Eropa dalam jumlah terbatas, meskipun ongkos pengiriman mengurangi marjin keuntungan mereka.
Mahmud Ikhlayyil, ketua asosiasi strawberi dan anyelir di Gaza, mengatakan petani dulu menanam strawberi di lahan seluas 2.500 dunam sebelum Israel memblokade wilayah mereka. Namun, kini hanya 900 hingga 1.000 dunam lahan yang bisa mereka tanami.
Tahun ini petani tidak menanam kentang, setelah tahun 2010 tidak ada hasil kentang yang bisa mereka ekspor ke luar negeri.
“Petani (ketika itu) harus membayar biaya gudang hingga 1,5 shekel per kilo. Tapi pada akhirnya mereka harus menjualnya di pasar lokal dengan harga 1 shekel per kilo,” kata Ikhlayyil.
Tahun 2010 lahan pertanian yang dipakai untuk menanam kentang sekitar 2.500 dunam.
Pada tahun 2009, petani buah strawberi dan bunga menderita kerugian besar, karena Zionis Israel menunda izin ekspor mereka hingga 2 bulan lamanya.
Menurut Biro Pusat Statistik Palestina, nilai ekspor Jalur Gaza tahun 2005, sebelum blokade, mencapai USD 41 juta.
Angka itu terus menurun menjadi USD 30.000 tahun 2006, USD 20.000 tahun 2007 dan tidak ada nilai ekspor yang berarti pada tahun 2009. Demikian Maan (01/12/2011) melaporkan.*