Hidayatullah.com–Sumber media Israel mengungkap seruan yang diterbitkan Pendeta Yahudi yang memerintahkan membunuh pejuang perlawanan Palestina dan tidak membiarkan mereka hidup, karena membunuh mereka merupakan kewajiban agama.
Situs informasi Israel WaLLa edisi Kamis (15/10/2015) menyebut bahwa seruan itu sebagai jawaban atas sejumlah pertanyaan yang disampaikan kepada sejumlah pendeta Yahudi yang dikenal ekstrimis dan rasial terhadap bangsa Arab, seputar bagaimana memperlakukan pelaku penyerangan setelah ditangkap.
Menurut situs tersebut, seorang Yahudi bertanya kepada pendeta Ben Tzion Motsavi, bolehkah memukul atau membunuh orang yang membahayakan setelah ditangkap?
Pendeta Motsavi menjawab, “Bukan sekedar dibolehkan, tetapi merupakan kewajiban agama, memegang kepala dan memukulnya sampai mati.”
Motsavi menyayangkan jawaban yang diberikan pendeta David Stav yang melarang membunuh pelaku setelah terluka atau ketika sudah tidak membahayakan.
Motsavi menyatakan, “Jangan dengarkan penjelasan Stav, karena orang yang berbaik hati kepada pelaku kekerasan, akan berakibat buruk,” demikian dikutip PIC.
Sementara itu pendeta yahudi kota Shafd “Samuel Elyaho” menyerukan untuk menerapkan sanksi kepada segenap anggota kepolisian dan tentara Israel yang membiarkan hidup para pelaku kekerasan dari pihak Palestina, usai mereka ditangkap.
Di laman Facebooknya, Elyaho menulis larangan membiarkan hidup pelaku penyerangan, yang dikhawatirkan jika bebas akan membunuh lainnya.
Rasisme Busuk
Sementara itu, Syeikh Ikrimah Shabri, Ketua Badan Tinggi Islam Al-Quds mengatakan, seruan pendeta rahib yahudi untuk membunuh bangsa Palestina adalah seruan rasis busuk.
Dalam keteranganya, Jum’at (16/10) Syaikh Shabri mengatakan, seruan tersebut telah mendorong para pemukim Zionis lebih berani lagi membunuh bangsa Palestina. Ia menganggap Israel bertanggung jawab penuh atas semua akibat dari seruan tersebut.
Sebelumnya, sejumlah sumber informasi Ibrani mengatakan, seruan yang disebarkan Zionis untuk membunuh para pejuang Palestina serta dan larangan membiarkan mereka hidup. Mereka menganggap seruan membunuh para pejuang Palestina adalah kewajiban agama.
Dalam kaitan ini, Shabri menganggap penutupan sejumlah jalan protokol dan arteri Al-Quds sebagai bentuk hukuman massal bagi warga Al-Quds.
Mereka telah melumpuhkan pergerakan massa dan perekonomian mereka, selain sebagai pengakuan atas pembagian Al-Quds barat dan Al-Quds timur. Kedua belah tempat itu tak ada komunikasi apapun.*