SUARA gemuruh air Sungai Cigamea terdengar keras. Tempiasnya menerjang bebatuan dan berhamburan di sepanjang lidah sungai. Pohon bambu tinggi menjulang, mengitari Bendungan Kansas seakan mendekapnya mesra.
Sesekali satu dua daun menjatuhkan diri hanyut terbawa air diiringi cuitan anak-anak burung mencari makan.
“Ayo, semua. Bersama-sama baca surat an-Naba,” setengah berteriak Aa’ Jami’ memberi komando kepada tiga puluhan anak didiknya. Sontak, lantunan ayat suci al-Quran terdengar mencuri perhatian ibu-ibu yang sedang asik mencuci baju di sepanjang anak sungai.
“Ini yang kami biasakan. Sebelum mandi di sungai, kita ruqyah (sebuah perlindungan, red) dulu tempatnya,” tambahnya.
Dalam dunia Thibun Nabawi (pengobatan cara Nabi) ruqyah, adalah doa dan bacaan-bacaan yang mengandung permintaan dan meminta perlindungan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk mencegah atau mengobati bala dan penyakit atau gangguan jin.
Semenjak hari masih gelap, anak anak itu sudah berkumpul di halaman rumah Aa’ Hafidz, demikian mereka memanggilnya. Selepas shalat Subuh berjamaah, mereka berbaris rapih kemudian berjalan mengelilingi kampung menuju sungai.
Hari itu, Hafidz dan Jami’, pengajar dari TPQ SAINS (Sahabat Al-Quran Indonesia) memandu anak anak melantunkan ayat suci al-Quran sambil berbaris rapih melewati rumah-rumah penduduk.

Aktivitas ini menjadi perhatian warga kampong. Beberapa warga sempat melongokkan kepala sembari melempar senyum melihat pemandangan anak-anak melantunkan ayat suci al-Quran.
Demikian aktivitas anak anak di Desa Pasaerean, Pamijahan dan Desa Keroncong, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor setiap datang hari berlibur.
Kadang berwisata ke sungai, peternakan sapi, atau kerja bakti membersihkan desa.
“Sambil mengulang-ulang hafalan al-Quran bersama-sama. Tujuan kita adalah membangun bi’ah (lingkungan) yang Qurani,” terang Hafidz.
“Target kami bukan kuantitas. Sehari cukup satu dua ayat saja. Tidak usah banyak banyak. Kita lebih menekankan pada menumbuhkan lingkungan bernuansa Qurani,” tambahnya.
Menurut Hafidz, metode seperti ini dianggap lumayan baik menguatkan ingatan dan hafalan kepada anak-anak.
“Bahkan ada salah satu anak didik kami menimang-nimang adik kecilnya dengan melantunkan ayat-ayat al-Quran, bukan lagi nyanyian,” tambahnya.
Empat, 350 dan Terus Bertambah
Dimulai sejak tahun 2009 oleh 4 pemuda –Hafidzul Islam, Yudi Dzulkifli, Jami’ul Umam dan Tamam Ulum—Taman Pendidikan Al_Quran yang awalnya bernama Syabab Center ini hanya memiliki segelintir santri.
Seiring enam tahun perjalannya, dari empat santri, kini sudah memiliki santri ratusan orang.
“Awalnya hanya empat anak, kita menghafal di rumah. Lantas mereka cerita ke teman-temannya. Katanya asik ngafalin al-Quran. Alhamdulillah sekarang jumlah santriwan dan santriwati yang meghafal al-Quran bersama kami sekitar 350 anak,” kata Jami’ menuturkan.
Meski santrinya banyak, tidak semua memiliki hafalan yang sama. Sebab setiap anak memiliki kemampuan berbeda.
Ada yang baru satu surat, setengah Juz, sampai tiga Juz. Setiap hari dua waktu. Ba’da Subuh kelas tahsin. Ba’da Asar kelas tahfidz/ menghafal.
Motivasi mereka pun beragam. Ada yang ingin menghafal agar pahalanya bisa mengangkat dan memuliakan kedua orang tua di hadapan Allah Subhanahu Wata’ala. Bahkan ada yang menghafal agar bisa memberangkatkan orang tuanya berhaji.
“Saya mau ngasih orang tua mahkota di akherat nanti,” kata Mia (11 tahun).
Mia adalah cucu dari Kiai Muhammad Nur (67 tahun), salah seorang sesepuh dan ulama di daerah Desa Pasaerean.
Mia tumbuh dalam keluarga yang menjunjung tinggi al-Quran. Alhasil, dia selalu bersemangat setiap kali datang kelas menghafal. Saat ini hafalan nya sudah dua Juz. Juz 30 dan 29.
Membangun Desa
Gerakan menghafal al-Quran ini dipelopori oleh Yayasan Sahabat Al-Quran. Melalui salah satu program andalannya TPQ Sahabat Al-Quran Indonesia (SAINS).
Secara resmi Yayasan Sahabat Al-Quran sendiri berdiri pada 01 September 2015, meski cikal-bakalnya dimulai tahun 2009. Empat pemuda pendiri SAINS adalah putra desa.
Hafidz, Rika (suami istri), Jami’, Lela (suami istri), Ulum dan Yudi, adalah para para penghafal al-Quran dan lulusan pondok pesantren. Setelah lama sempat melanglang buana ke berbagai tempat mencari ilmu, kini mera kembali ke kampung halaman dan membangun desanya dengan mengajarkan al-Quran.
Seperti Jami’, meninggalkan ratusan bebeknya demi membina ratusan penghafal al-Quran.
“Saya dulu punya ratusan Bebek, kang. Tapi akhirnya saya tinggalkan. Jiwa saya gak cocok. Saya senang mengajar al-Quran. Alhamdulillah sekarang Allah ganti dengan yang lebih baik,” tuturnya kepada media ini saat ditemi di Aula Masjid Darul Hijrah, Pasarean.
“Guru kami, Mu’allaim Abdul Majid selalu berpesan tentang ayat itu kepada kami. Hari-hari (keterpurukan dan kebangkitan,rep) akan digilirkan oleh Allah,” demikian kisah Hafidz mengenang tentang gurunya yang selalu memberinya semangat dengan sepenggal al-Quran surat Ali Imron ayat 140.
“Pernah mendengar nama KH. Shaleh Iskandar? Beliau seorang ulama besar dan pejuang kemerdekaan. Beliau berasal dari sini, Kampung Pasarean. Dalam kurun waktu tiga puluh tahun belakangan ini kita kehilangan penerus beliau. Maka kita berharap diantara mereka akan tumbuh para ulama sekaliber KH. Shaleh Iskandar itu,” tambahnya penuh semangat.
Gairah Menghafal Tinggi
Walaupun terbilang masih belia, gerakan menghafal Al-Quran yang dipelopori oleh SAINS ini mendapat respon yang sangat baik. Sampai berita ini dituliskan, SAINS terus mendapat murid baru. Permintaan belajar datang dari anak-anak di desa sebelah. Hingga kewalahan karena tenaga pengajar yang sangat minim.
“1000 Penghafal Al-Quran dari Gunung Salak untuk Indonesia”, demikian nama program terbaru Yayasan Sahabat Al-Quran. Program sejenis daurah/Pesantren Kilat ini diselenggarakan demi menyebar luaskan semangat menghafal al-Quran.
Acara satu bulan penuh ini (20 Desember 2015-17 Januari 2016) diikuti oleh para relawan dari berbagai daerah, madrasah dan universitas.

Mereka datang dari Aceh, Kalimantan, Sulawesi, Bekasi, Jakarta, Lamongan, dan lainnya. Kebanyakannya adalah para mahasiswa/i di universitas ternama seperti LIPIA Jakarta, Uhamka, UPI, Unisba, UIN, UNIS Tanggerang, Darut Tauhid, dan sebagainya. Sebagian lagi adalah Guru di TPA dan madrasah di daerah asalnya.
Program ini menargetkan untuk mengumpulkan sedikitnya 1000 anak yang siap menjadi penghafal Al-Quran.
“Program ini adalah tempat kita berbagi. Sepulangnya dari kegiatan ini, teman-teman relawan akan berjuang. Kembali untuk membangun Kampung Al-Quran di derahnya masing-masing, InsyaAllah..” pungkas Tamam Ulum, penanggung jawab kegiatan.*