IBU LIS, demikian wanita bernama lengkap Lilis Sutikno ini biasa dipanggil. Wanita kelahiran Surabaya, 11 Maret 1969 menulis surat pendek kepada seorang anak kecil yang pernah menunjukkan ‘cahaya kehidupan’ kepada dirinya kala itu.
Surat itu ditujukan pada Yumainia M. Nur, salah seorang murid salah satu sekolah SMP Negeri di Kota Kupang. Surat itu dirangkai dalam bentuk kisah hidup Ibu Lilis.
Yumania M Nur adalah anak gadis seorang ABK Kapal Fery (ASDP) Penyeberangan Bolok-Flores, dan Bolok-Alor, Bolok-Ende, dan dari Bolok ke seluruh penjuru Kabupaten di NTT.
Gadis Pontianak yang cantik jelita, cerdas mempesona menjadi petunjuk awal Lilis mengabdi di Kota Karang. Dengan kepolosan dan kecantikan yang luar biasa hingga kini terpancar kecantikan itu dari senyum manisnya, Yumainia.
Senyuman yang selalu Lilis rindukan setiap saat mengenang perjalanannya hingga menjadi guru di Kupang – NTT. Jalur awal mengabdi menjadi guru ini, berawal dari lisan mungil gadis cantik yang disebutnya ‘luar biasa’ itu. Informasi tentang pekerjaan tidak ia dapatkan melalui media cetak maupun elektronik . Tetapi melalui lisan mungil Yumainia.
Ketika itu Yumainia berujar; “Tante Lilis……, tante itu kan sarjana pendidikan dari Jawa dari Kota Surabaya lagi, Kota Pahlawan. Kenapa Tante Lilis tidak mengajar saja?” Tanya Yumainia.
Belum sempat dijawab Lilis, Yumainia kembali bercerita:
“Di sekolah aku tidak ada guru PMP-Kn, saat itu PPKn bernama PMP-Kn (Pendidikan Moral Pancasil dan Kewarganegaraan) daripada tante berjualan rempeyek kacang dan jalan kaki sampai ke Pelabuhan Tenau sana. Tante masukkan lamaran kerja tante nanti saya bicara sama Kepala Sekolah saya. Kepala Sekolah saya orangnya baik banget tante. Kebetulan saya akrab dengan kepala sekolah karena sering prestasi di sekolah,” begitu cetus polos gadis asal Pontianak yang putih dan cantik luar biasa ini.
Penuturan polos gadis cantik inilah yang kelak menjadikan Lilis tergerak menjadi guru di SMP Negeri 8 Kota Kupang-NTT.
Ketika itu kepala sekolahnya bernama Benyamin Malelak. Awalnya, ia hanya iseng memasukkan lamaran kerja di sana. Takdir Allah berkehendal lain. Ia diterima. Sempat pula awalnya ragu, sebab gaji yang dia terima hanya Rp.15.000 saja.
“Kalau dipikir-pikir tak seberapa gaji untuk keperluan rumah tangga,” ujar Lilis. Tetapi semua dihadapinya dengan tegar. Sambil mengajar, pekerjaan lama tak ia tinggalkan.
“Ketika itu, saya berjualan rempeyek kacang penghasilan saya lebih dari Rp.15.000 seminggu, dan menjadi guru sebulan di gaji hanya Rp.15.000 saja. Apa cukup?” begitu bayangannya.
Alhamdulillah, keajaiban senantiasa datang bersama orang-orang yang qana’ah.
“Alhamdulillah, semua terpenuhi dengan penghasilan tambahan berjualan rempeyek, “ aku Lilis.
“Karena aku teringat pesan Bapak/Ibu waktu di Jawa dulu, apapun resikonya Bapak dan Ibu ingin kamu menjadi guru, nduk,” ujar Lilis mengenang pesan kedua orang tuanya.
Wanita berjilbab ini menyebrang dari Surabaya menuju Kupang layaknya orang perantauan. Bekerja apa saja, bahkan berjualan rempeyek di jalaninya. Itu semua tanpa sepengatahuan kedua orang tua dan keluarganya di Jawa. Padahal, di Jawa orang tuanya telah memiliki lembaga pendidikan rintisan.
“Saya berjualan rempeyek kacang saat itu, orang tua saya tidak tahu keadaan saya di rantauan. Jika mereka mengetahui keadaan saya saat itu, pastilah saya dipanggil pulang untuk melanjutkan sekolah yang dirintis orang tua saat itu sebuah yayasan pendidikan swasta di Surabaya,” ujarnya sambil sesekali meneteskan air mata mengingat masa sulit yang dialaminya.
Merantau tidak seenak yang dibayangkan. Ia berjualan di Kota Karang (nama lain Kota Kupang) dengan berjualan keliling kampung, hingga sampai Pelabuhan Tenau. Dagangannya ia titipkan kepada orangnya Yumania M Nur, seorang ABK Kapal Fery.
Di masa sulit itu, pernah ia tak dapat penghasilan apa-apa saat menjajakan jualan. Ia bahkan mengaku sempat makan nasi basi yang di cuci dan di kukus ulang.
Meski demikian Lilis tetap bersyukur, karena Allah Subhanahu Wata’ala memberi sedikit terpaan dan ujian yang dahsyat dalam hidupnya. Akibat ‘terpaan pendidikan’ langsung dari Allah itulah ia kini mengaku lebih tenang dan lebih kuat menjalani hidup. Ia yakin setiap detik dalam hidupnya adalah sesuatu yang sudah direncanakan oleh Allah bagi kebaikannya.
“Selalu ada Allah dalam segala apa yang direncanakan,” ujarnya.
Alhamdulillah, semuanya telah berjalan lebih manis, akunya. Semanis senyum Yumainia, muridnya, di SMP Negeri 8 Kota Kupang, yang membuatnya telah menemukan ‘cahaya’ hidup.
Setelah mengajar di SMP Negeri 8 Kota Kupang ia diminta oleh Dinas Pendidikan setempat untuk mengajar di SMP Negeri 2 Kota Kupang. Alhamdulllah, digaji sebagai guru honor naik sebesar Rp.25.000.
Dari pengabdian selama 5 tahun ia di angkat secara otomatis menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) dengan 125 guru lain, termasuk 11 guru dari SMPN 2 Kota Kupang . Karena kekurangan guru di NTT, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) mengeluarkan kebijakan untuk mengangkat guru yang mengabdi 5 tahun atau lebih untuk menjadi Guru di NTT.
Kini, Lilis mengaku telah mendapatkan banyak keberkahan dari gaji Rp. 15.000 nya. Ia mengaku, berkahnya sudah melebihih berkali-kali lipat. Bahkan dirinya mengaku sudah menunaikan kewajiban ibadah haji beberapa tahun silam.
Saat ini, Lilis ditempatkan di SMP Negeri 2 Nekamese, Desa Besmarak, Kabupaten Kupang – NTT.
Tak henti-hentinya rasa syukur yang dilantunkan Lilis kepada Allah atas berbagai nikmat yang diberikan Nya. Karena Allah Subhanahu Wata’ala diakui Lili telah mempertemukannya dengan ‘malaikat cantik’ yang membuat dirinya dan kedua orang tuanya di Jawa merasa bangga menjalani hidup.
“Terima kasih ya Yumani,” ucap Lilis dalam sebuah surat kecil yang ditulis di dinding Facebook nya.
“Semoga bisa menginspirasi. Teruslah berjuang! Sesungguhnya hidup itu adalah perjuangan, ” tulis Lilis.*/Abu Zain Zaidan (Kupang)