Hidayatullah.com–Mahligai rumah tangga yang kandas di tengah jalan sudah ada sejak dulu sampai sekarang. Bedanya, dulu suami-istri tetap hidup bersama ‘demi anak-anak mereka’. Sekarang lain, paling tidak di Belanda.
Mungkin bukan pemecahan yang tepat, karena anak-anak yang orang tuanya bercerai besar kemungkinannya terjerumus kedalam lingkaran kriminalitas.
Menurut data, anak-anak dari orangtua yang bercerai tiga kali lebih besar kemungkinannya berperilaku kriminal dibanding anak-anak sebaya yang orang tuanya tidak bercerai. Demikian hasil penelitian Marieke van de Rakt seorang pakar sosiologi.
Dari penelitian asing sudah diketahui adanya hubungan antara perceraian orangtua dengan tindak-tanduk kriminal anak-anak mereka.
\”Setiap tahun seorang anak punya peluang sekitar 1% untuk melakukan sesuatu yang kurang baik. Kalau orang tuanya bercerai, kemungkinan itu meningkat tiga kali lipat. Dengan kata lain, seorang anak punya peluang 3% untuk melakukan sesuatu yang tidak baik,” ujar Marieke van de Rakt membuktikannya.
Menurutnya, penyebabnya bermacam-macam faktor . Namun yang jelas, suatu perceraian sangat berdampak pada kehidupan sebuah rumah tangga. Akibat suasana yang tidak tentram, emosi anak-anak sering terganggu.
Dari pengalaman terbukti bahwa setelah perceraian orangtua, pengawasan terhadap anak-anak menjadi berkurang. Dan juga kerena ‘pendapatan rumah tangga’ berkurang, seolah-olah secara tiba-tiba tidak ada lagi uang untuk melakukan kegiatan-kegiatan bersama yang santai, aman dan tentram. Kesehatan si anak dan prestasi di sekolah pun terpengaruh oleh perceraian orangtua mereka.
Psikolog anak Steven Pont membenarkan, munculnya berbagai risiko setelah suatu perceraian. Ia pernah bekerja di sebuah rumah penampungan anak-anak yang bermasalah. Hampir semua anak disana berasal dari keluargqa yang \’broken home\’ alias rumah tangga yang berantakan.
Setiap malam
Kini, semakin banyak suami-istri yang bercerai di Belanda. Saat ini hampir satu dari setiap tiga pernikahan kandas di tengah jalan. Separuh abad lalu, perceraian masih sesuatu yang memalukan, tapi sekarang biasa-biasa saja. Pakar psikologi Stevent Pont mengaku sering berhadapan dengan kasus perceraian.
“Setiap malam, juga malam ini, sekitar 200 sampai 250 anak di Belanda diberitahu bahwa orang tuanya akan bercerai. Mereka berkumpul di ruang tamu. Salah satu orang tuanya berkata : “Sayang, duduklah sebentar, kami ingin memberitahukan sesuatu ……….. “. Malam inipun akan juga terjadi hal yang sama. Begitu pula malam kemarin dan besok malam,” Stevent Pont.
Bertahan
Menurut Steven Pont, suami-istri sebaiknya jangan tergesa-gesa bercerai kalau anak-anak mereka masih kecil. Cobalah untuk terus bertahan sekalipun hubungan mereka agak terganggu.
Sedang pakar sosiologi Marieke van de Rakt menambahkan, dampak negatip setelah perceraian bisa dikurangi dengan mengamati anak-anak dengan lebih cermat dan kalau perlu meminta bantuan dari pihak ketiga. Di saat para orangtua masih bergulat dengan segala permasalahan yang mereka hadapi, maka sangat penting bila mereka memberikan banyak perhatian kepada anak-anak mereka. [rnw/hidayatullah.com]