Hidayatullah.com–Delapan tahun silam, kehidupanku tak ubahnya seperti anak alay. Anak yang lebay, suka kelayapan dan jarang pulang. Cara berpakaian juga sok keren, mengumbar aurat. Celana jeans pendek, oblong ketat dan rambut cak ungu adalah pilihanku. Hari-hariku, kulalui dengan bermain band, jalan-jalan, clubbing atau nongkrong.
Semuanya berawal dari salah bergaul. Oh ya, saya memiliki paras cantik dan suara yang cukup bagus. Tak heran jika banyak orang yang berebut ingin jadi teman. Nah, suatu saat, saya diminta jadi vokalis band di sebuah acara teman kakakku. Padahal, band itu terdiri dari empat pria. Lagu dari The Cranberies Zombi ketika itu yang saya bawakan. Para peserta pun terpukau. Hal itu membuatku hatiku membumbung tinggi. Baru kali ini mendapat pujian luar biasa.
Saya pun akhirnya membuat group band dengan tiga teman laki SMP saya yang diberi nama Xero. Lagu-lagu The Cranberries adalah lagu andalan yang selalu kami bawakan setiap kali manggung. Sejak itulah, saya menseriusi band itu dengan mulai belajar gitar dan kursus Piano.
Akhirnya, gaya hidup pergaulan bebas dan berpakaian tak etis adalah bagian yang dapat kami pisahkan. Bermain musik dengan genre rok alternatif dengan gaya gotic, rambut cepak dan berlenggak-lenggok di atas panggung ala punk adalah bagian sehari-hari. Atau sering menggunakan celana jeans pendek, bolong-bolong dengan rambut bercat merah ungu.
Bertahun-tahun saya mencoba mengejar mimpi sebagai penghibur. Entah sudah berapa kali saya merubah formasi band, dan berpindah dari manager yang satu ke manager yang lain. Tapi saya tak mendapat untung. Pihak manager pergi dan membohongi kesepakatan awal.
Pengalaman pahit itu tak menyurutkan langkahku. Saya pun memutar haluan ke dunia radio. Saya jadi penyiar radio swasta yang cukup terkenal. Radio itu memiliki segmen anak muda. Ternyata, dunia baru itu tak kalah menyesatkan saya. Setiap hari saya dihadapkan pemandangan yang buruk. Saya pun jadi perokok, bahkan lebih rajin clubing.
Tapi, hal itu tak bertahan lama. Kendati begitu, saya mendapat banyak pengalaman. Setidaknya, dunia penuh glamour, hura-hura, suka cita tidak membuatku semakin tenang dan bahagia. Justru kegelisahan dan kegersahan yang setiap saat menyesakkan dada. Entah berapa dosa yang saya lakukan. Tak terhitung lagi. Hingga akhirnya saya menikah.
Alhamdulillah, rupanya Allah berkenan memberikan caya pada hatiku. Hingga suatu ketika, mertuaku dapat hadiah majalah Islam. Dalam kondisi rohani yang haus, saya membuka halaman demi halaman majalah tersebut. Ternyata, pihak majalah tersebut mendirikan radio Islam di tempatku.
Saat itu juga saya langsung mencari frequensi radio yang tertulis di halaman itu. Dan, sejak itu, oase demi oase saya dapatkan. Rasa haus ruhaniku perlahan dibasahi. Hatiku pun mulai damai dan tenteram. Setiap hari, kemanapun pergi, selalu ada radio.
Saya selalu teringat dan sangat yakin firman Allah, “Bersama kesulitan pasti ada kemudahn.” “Barang siapa bertaqwa, maka Allah akan mengadakan baginya jalan keluar.” Sejak saat itu saya mulai memiliki semangat baru untuk menjalani hidup. Saya mulai mengagendakan setiap aktivitas saya, tidak ada lagi waktu terbuang untuk meratapi kesedihan. Saya mulai membaca Almaktsurat, tadaraus al-Qur’an dan shalat dhuha dan tahajjud. Tapi, ketika itu saya masih belum berjilbab.
Pada usia kehamilan sekitar tiga bulan, rupanya hidayah itu datang. Saya bermimpi agar mengenakan jilbab. Dikatakan dalam mimpi itu, jilbab bagi muslimah adalah kunci kebahagiaan. Sejak itulah saya memutuskan untuk memakai jilbab.
Subhanallah, wallahu Akbar. Ternyata Allah maha membolak-balikkan hati asal kita mau mencari hidayah-Nya. Dan, Ia akan memberikan hidayah bagi siapa saja yang serius dan tak lelah mencari hidayahNya.
Kalau dulu saya cekcok kalau ada orang yang menyuruh saya memakai celana panjang dan jilbab, tapi sekarang saya tidak rela harus keluar rumah andai saya dipaksa untuk memakai celana pendek, atau kembali ke masa kelam dulu.
Sejak saat itu, saya berdoa dan berharap agar Allah mempertemukan saya dengan hamba-hamba yang bisa membimbing saya dalam mencari ridho serta cinta-Nya. Setidaknya, mereka bisa menguatkan jalan yang saya tempuh ini. Dan, doa itu ternyata dikabulkan-Nya.
Saya dipertemukan ibu-ibu majlis taklim hingga akhirnya saya mendapat jalan untuk tidak hanya menjadi pendengar setia radio tersebut, tapi juga bisa menguatkan barisan dakwah radio itu. Kendati kini sudah ditunjuki jalan benar, tidak membuat saya bangga. Sebab, perbaikan diri yang saya lakukan masih besar. Setidaknya, tidak hanya “menjilbabi” wajah saya, tapi juga “menjilbabi” seluruh badan saya dengan nilai-nilai Islam.
Jika merenungi jalan yang telah saya tempuh ini, saya paham bahwa ada hikmah dalam setiap kejadian. Semua yang telah terjadi adalah media pelajaran kehidupan yang harus jadi ibarah tuk lebih dekat kepada Allah.
Saat ini, saya bisa hidup jauh lebih tenang, hati rasanya lebih lapang saat menghadapi segala masalah hidup dengan berbekal iman Islam. “Ya Allah, betapa nikmatnya iman Islam ini.”
Sekarang saya tidak lagi mengimpikan kenikmatan semu dunia. Saya akan berusaha memperbaiki diri dan berusaha memberi banyak manfaat dalam hidup ini, bersatu dalam barisan dakwah mengejar dunia untuk kebahagiaan akhirat. Semoga Allah senantiasa membimbing saya untuk menapaki jalan lurus-Nya hingga nyawa ini tercerabut dari jiwa. Amin. [ans/diceritakan oleh Ika, seorang penyiar radio dakwah di Malang/hidayatullah.com]