Hidayatullah.com—Gajah-gajah laut yang dipasangi sensor pada kepalanya dan berenang ke laut dalam Antartika telah membantu para ilmuwan memahami bagaimana perairan laut terdalam dan terdingin itu terbentuk, memberikan informasi penting untuk lebih memahami perannya dalam perubahan iklim dunia.
Gajah-gajah laut yang diberi transmiter, bersama data dari satelit canggih dan tambatan-tambatan yang dipasang di lembah-lembah dalam laut, semua berperan memberikan data tentang keadaan alam antartika yang sangat ekstrim, di mana observasi sangat langka dilakukan dan tidak bisa ditembus oleh kapal-kapal ilmuwan, kata para peneliti di Antarctic Climate & Ecosystem CRC di Tasmania.
Ilmuwan telah lama tahu adanya “air bawah Antartika,” sebuah lapisan air yang padat dan dalam dekat dasar samudera yang memiliki pengaruh besar dalam pergerakan air di lautan dunia.
Tiga area di mana lapisan air ini terbentuk sudah diketahui, sementara area keempat berpuluh-puluh tahun menjadi misteri karena terlalu jauh untuk dijangkau, sampai akhirnya transmiter bisa dipasang di kepala gajah-gajah laut itu.
“Gajah-gajah laut itu berenang hingga garis pantai di mana tidak ada kapal yang pernah menjangkaunya,” kata Guy Williams, pakar es di lautan di ACE CRC dan salah satu ilmuwan yang menulis laporan penelitian itu
“Air Antartika yang berbentuk khusus ini disebut air bawah Antartika, salah satu mesin yang mendorong sirkulasi air di lautan,” katanya kepada Reuters (26/2/2013). “Yang kami lakukan adalah menemukan sebuah piston lain dari mesin tersebut,” imbuhnya.
Gajah laut adalah jenis seal (pinniped, hewan mamalia laut seperti anjing laut-red) yang paling besar, di mana pejantannya bisa tumbuh hingga panjang enam meter dengan berat 4.000kg.
Tahun 2011 stasiun penelitian di Antartika, David Station, memasang sensor di kepala 20 ekor gajah laut. Setiap sensor berbobot 100-200 gram itu memiliki transmiter yang terhubung dengan satelit dan dapat mengirimkan data setiap hari dengan interval 5-10 menit saat gajah laut berenang di permukaan.
“Kami bisa mendapatkan empat data selaman yang berharga setiap harinya, namun mereka bisa menyelam sampai 60 kali,” kata Williams.
“Gajah-gajah laut ini … pergi sampai tepat ke sumbernya, yang ternyata sangat dingin, sangat padat dan sangat asin di pertengahan musim dingin di bawah sebuah polynya, yang kami sebut sebagai pabrik es di sekitar garis partai Antartika,” imbuh Williams.
Dari data yang dikumpulkan dengan bantuan gajah-gajah laut tersebut, ilmuwan berharap bisa lebih memahami perubahan iklim global dunia, yang selama ini sudah diketahui dipengaruhi langsung oleh keadaan air di lautan dalam kutub selatan, Antartika.*