Sambungan artikel PERTAMA
Oleh: Ali Akbar bin Muhammad bin Aqil
Memanusiakan Khadim (Pembantu)
Dalam “khutbah kemanusiannya” Rasul menyatakan menjelang wafatnya, di Arafah, yang merupakan salah satu puncak dari sejarah ajaran Islam. Karena itu, keberhasilan kita memahami dan menangkap makna dari khutbah Nabi adalah bagian terpenting dalam memahami dan menangkap pesan-pesan kemanusiaan dalam ajaran Islam.
Dalam khutbah perpisahan ini, Nabi Shalallallahu ‘Alaihi Wassallam.menegaskan bahwa manusia mempunyai hak asasi. “Wahai sekalian umat manusia, tahukah kamu dalam bulan apakah ini?” kata Nabi. Para sahabat menjawab, “Kita semua ada dalam hari yang suci, dalam bulan yang suci, dan tanah yang suci.” Nabi melanjutkan, “oleh karena itu, ingatlah bahwa hidupmu, hartamu, dan kehormatanmu itu suci seperti sucinya hari dan bulanmu ini, sampai kamu datang kepada Tuhan dan karena itu tidak boleh dilanggar. Apakah sudah saya sampaikan?” Para sahabat menjawab, “Ya.”
“Sekarang dengarkanlah aku, dengarkanlah aku, kamu akan hidup tenang, ingatlah kamu tidak boleh menindas orang (diucapkan oleh Nabi sampai tiga kali), tidak boleh berbuat zalim kepada orang lain, dan harta seseorang itu tidak boleh diambil oleh orang lain kecuali dengan sukarela,” seru Nabi.
Setelah menyampaikan khutbah ini, sore harinya turun firman Allah, “Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untukmu agamamu dan telah Ku-cukupkan untukmu nikmat-Ku dan telah Aku ridloi Islam sebagai agamamu.” (QS 5:3). Selang 20 hari kemudian Nabi wafat.
Khutbah Nabi tersebut menjadi prinsip keadilan bahwa dalam Islam segala sesuatu itu harus sejalan, sebanding, dan seimbang antara hak dan kewajiban. Tidak boleh menekankan yang satu sambil mengabaikan yang lainnya. Pembantu mempunyai kewajiban untuk melaksanakan tugas dan memberikan pelayanan yang terbaik kepada majikan dan keluarganya sesuai dengan kemampuan atau sesuai dengan kontrak dan kesepakatan kerjanya. Sebaliknya, majikan dan keluarganya memiliki kewajiban untuk berbuat baik kepada pembantunya, misalnya dalam sikap, perlakuan, dan upah yang harus diberikan.
Nabi menyatakan dalam hadisnya, riwayat Imam Abu Daud, “Sesungguhnya pembantumu adalah saudaramu. Berikan makanan dan pakaian kepadanya sesuai dengan makanan dan pakaianmu.”
Dengan hadis ini, Nabi menekankan bahwa hubungan majikan dan pembantu bukanlah semata-mata hubungan kerja dan fungsional, akan tetapi juga hubungan kekeluargaan dan persaudaraan atas dasar nilai-nilai kemanusiaan, sehingga bisa saling menjaga, menghormati, dan melindungi, yang akhirnya akan berdampak pada kesejahteraan keluarga dan masyarakat.
Dengan demikian, bukan hanya member gaji yang sesuai yang merupakan kewajiban majikan. Tetapi memberikannya dengan segera dan tidak menundanya juga merupakan kewajiban. Selain yang bersifat materi, pembantu rumah tangga juga membutuhkan pengakuan atas pekerjaannya, penghargaan atas prestasi pekerjaannya, penyikapan yang baik dari semua anggota keluarga, bahkan senyuman dari semua yang dilayaninya. Sebagimana yang dicontohkan oleh Rasulullah Shalallallahu ‘Alaihi Wassallam kepada pembantunya, Anas bin Malik.*
Penulis pengajar di Pesantren Darut Tauhid, Malang. Pengasuh Grup Qolbun Salim. Tulisan pernah dimuat di Majalah Cahaya Nabawiy