Hidayatullah.com | PENDIDIKAN bagi anak ketika dalam kandungan telah dibuktikan efektifitasnya dalam kehidupan sehari-hari oleh para orangtua terutama oleh ibu sejak zaman dahulu hingga kini. Hal ini telah banyak diteliti para ilmuwan dari berbagai belahan dunia.
Di antara metode pendidikan anak dalam kandungan yang banyak dilakukan para orangtua di zaman modern ini adalah dengan berbicara dengan janin dan memperdengarkan lagu klasik kepada janin, saat ia sudah bisa mendengar, yakni saat usia kehamilan mulai memasuki trimester kedua. Salah satu tujuan mereka agar sang anak memiliki kecerdasan intelektual yang tinggi.
Kini tidak sedikit para orangtua Muslim –khsususnya ibu-ibu Muslimah– termasuk dari komunitas penghafal Al-Qur’an di kota-kota besar yang melakukan hal itu. Namun mereka bukan dengan memperdengarkan musik klasik, tapi memperdengarkan bacaan Al-Qur’an –baik dengan membacanya sendiri maupun tidak–. Mereka berharap bukan sekadar agar anak memiliki kecerdasan intelektual yang tinggi, tapi juga menjadi penghafal Al-Qur’an.
Pandangan Al-Qur’an
Dalam hal ini ada satu ayat yang menyinggung masalah tersebut yang layak untuk disampaikan dalam tulisan sederhana ini.
Allah Swt berfirman:
قَالَتِ امْرَأَةُ عِمْرَانَ رَبِّ إِنِّي نَذَرْتُ لَكَ مَا فِي بَطْنِي مُحَرَّرًا فَتَقَبَّلْ مِنِّي إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
“ketika isteri ‘Imran berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku menadzarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang saleh dan berkhidmat. Karena itu terimalah itu daripadaku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.” (QS. Ali Imran [3]: 35).
Tokoh utama dalam ayat di atas adalah Hanah binti Faqudz, isteri ‘Imran, yakni ibunda dari Bunda Maryam. Keluarga ini mendapatkan penghormatan khusus dari Allah Swt karena kisah kehidupan mereka Allah Swt abadikan di dalam satu surat khusus yang diberinama Alu Imron (Keluarga Imron).
Allah Swt telah memilih keluarga Imron sebagai salah satu dari dua nabi dan dua keluarga yang terbaik dari semua makhluq. Allah Swt memilih dan mengaruniakan kepada mereka berbagai keutamaan dan kebaikan seperti sifat-sifat yang luhur dan ilmu-ilmu yang bermanfaat. (QS. 3: 33).
Berbagai keutamaan dan kebaikan itu telah diwariskan secara turun temurun kepada keturunan mereka, baik laki-laki maupun perempuan. (QS. 3: 34).
Sebagai bagian dari keluarga dan keturunan yang demikian, Hanah bertekad mempersiapkan anaknya untuk menjalankan tugas penting dalam agama sebelum lahir ke dunia. Dia bertekad dengan bernadzar kepada Allah Swt atas dasar iman bahwa anak yang akan ia lahirkan akan ia tempatkan di Baitul Maqdis, untuk fokus beribadah dan berkhidmat (menjadi pelayan) di rumah Allah Swt yang suci dan yang dipenuhi para ahli ibadah. Dan dia memohon kepada Allah Swt agar nadzarnya itu diterima Allah Swt. (QS. 3: 35).
Hanah berharap mempunyai anak laki-laki karena menurut tradisi yang menjadi pelayan di Baitul Maqdis adalah laki-laki, dan karena fisiknya yang lebih kuat. Namun kehendak Allah Swt berlainan dengan harapannya. Ternyata anaknya perempuan.
Meskipun demikian dia menerima dengan ikhlas atas ketetapan-Nya. Dia pun mendoakan anak yang ia beri nama Maryam itu agar Allah Swt memberikan perlindungan kepada anaknya dan anak-anak keturunannya dari gangguan setan, serta ia pun menepati janjinya itu. (QS. 3: 36).
Berkah Nadzar Hanah Bagi Maryam
Allah Swt lebih mengetahui apa yang terbaik dan mempunyai rencana terbaik bagi mahkluq-Nya. Berkat nadzar ibunya yang diterima Allah Swt tersebut (QS. 3: 37) hidup Maryam penuh keberkahan, bahkan kemukjizatan, di antaranya:
Pertama, mendapatkan perlindungan Allah Swt dari sentuhan setan ketika lahir, demikian juga halnya dengan putranya, sehingga tidak dijamah oleh setan yang menjamah setiap anak adam yang lahir. (HR: Bukhori Muslim).
Kedua, mendapatkan pemeliharaan dan pendidikan yang baik dan mengagumkan dari Allah Swt, dalam segala aspeknya, antara lain aspek agama, akhlaq, bahasa, fisik dan mental.
Ketiga, mendapatkan pengasuhan yang baik dari orangtua asuh yang sholeh yakni Nabi Zakaria As.
Keempat, mendapatkan makanan dan buah-buahan yang cukup dari Allah Swt di mihrab kamar khusus ibadahnya, tanpa usaha apapun. (QS. 3: 37).
Keenam, mendapatkan kabar gembira dari Allah Swt yang disampaikan melalui malaikat-Nya bahwa dia akan mempunyai anak yang istimewa, yakni Al Masih Isa As. (QS. 3: 45, 46, 59).
Ketujuh, mendapatkan hiburan dari Allah Swt melalui malaikat-Nya ketika dia menanggung rasa malu, bersedih hati, merasakan berat penderitaannya, bahkan mengungsi ke tempat yang jauh dan putus asa, karena ia mengandung dan melahirkan anak yang tak berayah. Berkat hiburan ini fisik dan mental Maryam kembali kuat, serta bersedia kembali ke kampung halaman dengan membawa bayinya secara terang-terangan tanpa rasa malu. (QS. 19: 22-27).
Pelajaran penting
Dari ayat di atas dapat diambil dua poin pelajaran penting terkait pendidikan bagi anak, khusus nya dalam hal ini ketika berada di dalam kandungan ibunya.
- Metode pendidikan
Metode pendidikan yang tersirat dan tersurat dalam ayat di atas adalah bernadzar dan berdo’a. Bernadzar dan berdo’a kepada Allah Swt yang dilafalkan itu jauh lebih baik dari pada sekadar berbicara kepada janin, karena itu adalah janji dan permohonan kepada Allah Swt yang Maha Berkehendak atas segala sesuatu.
Janji dan permohonan kepada Allah Swt yang dilafalkan dan didengar janin ketika sudah bisa mendengar itu jauh lebih kuat pengaruhnya terhadap jiwa dan pikiran anak dari pada sekadar berbicara kepada janin, karena melibatkan Allah Swt yang Maha Berkehendak atas segala sesuatu.
- Orientasi pendidikan
Orientasi pendidikan dalam Islam adalah akhirat. Orientasi akhirat lebih baik dan lebih penting dari segala sisinya dari pada orientasi dunia, karena dunia adalah permainan dan senda gurau, dan akhirat lebih baik dari pada dunia. (QS. 6: 32).
Dengan demikian salah satu tujuan utama pendidikan dalam Islam adalah mencetak manusia-manusia sholeh (baik), ahli ibadah, serta pelayan bagi agama dan umat.
Orang-orang sholeh terdahulu mempersiapkan anak-anak mereka menjadi manusia-manusia sholeh, ahli ibadah, serta pelayan bagi agama dan umat. Bahkan persiapan itu dilakukan sebelum mereka lahir ke dunia.
Segala persiapan mereka lakukan dengan baik, antara lain dengan melakukan proses pendidikan yang baik. Dan di antara metode pendidikan tersebut adalah bernadzar dengan nadzar-nadzar yang terbaik dan berdo’a dengan do’a-do’a yang terbaik. Sebagai hasilnya adalah kehidupan mereka dan anak-anak mereka di dunia penuh keberkahan, dan akan memperoleh kebahagiaan kelak di akhirat.
Dengan berkaca pada mereka, orangtua kaum Muslimin di akhir zaman yang penuh fitnah syubhat dan fitnah syahwat ini mesti mempersiapkan dengan baik anak-anak mereka, bahkan sebelum anak-anak mereka lahir, dengan melakukan proses pendidikan yang baik, untuk menjadikan anak-anak mereka sebagai manusia-manusia sholeh, ahli ibadah, serta pelayan bagi agama dan umat, apapun bentuk pelayanannya, tanpa memandang profesi anak-anak mereka.
Hal inilah yang penting dalam kehidupan. Keberkahan hidup di dunia (QS. 7: 96) dan kebahagiaan hidup di akhirat (QS. 13: 29, 39: 73) hanyalah bisa diraih dengan memiliki orientasi akhirat. Wallahu a’lam bish showab.*/ Abdullah al-Mustofa, penulis adalah Pelayan di Pusat Kajian Strategis Pendidikan Islam Indonesia (PKSPII) Kota Pendidikan Pare Kediri Jawa Timur