SEORANG wanita bertanya bagaimana jika menghadapi suami yang baik kepada orangtua sendiri tapi tidak baik kepada istri?
Jika ada seorang lelaki atau suami yang begitu taat pada orangtuanya akan tetapi begitu keras dan pelit terhadap istri serta anak-anaknya, bahkan kurang pandai untuk menghormati keluarga dari pihak istrinya, apa yang harus dilakukan seorang isteri ?
Seorang isteri diperkenankan mengambil harta suami tanpa sepengetahuannya sebanyak yang ia butuhkan bersama anak-anaknya dengan cara yang baik dan tidak berlebih-lebihan, dengan syarat jika sang suami tersebut memang dikenal pelit atau tidak memberikan nafkah yang cukup kepadanya padahal suaminya mampu.
Hal ini berdasarkan sebuah hadits shahih dari Aisyah ra yang menyatakan bahwa Hindun binti Utbah pernah mengadu kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi Wassallam.
“ Wahai Rasulullah, sesungguhnya Abu Sufya (suamiku) tidak memberikan nafkah yang cukup kepadaku dan kepada anak-anakku.”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Ambillah hartanya dengan cara yang ma’ruf sebanyak yang dibutuhkan olehmu dan anak-anakmu.” (HR. Bukhari dan Muslmi/Muttafaq ‘alaih)
Syariat Mengandung Maslahat
Dalam kasus di atas, yang perlu dikoreksi dari karakter suami tersebut, bukan mempertanyakan ketaatannya pada orangtuanya, bagaimanapun juga berbakti kepada kedua orangtua adalah perbuatan mulia.
Sama halnya dengan perintah shalat, jika kita mendapati ada seseorang yang suka shalat tapi masih suka berbuat maksiat dan suka menyakiti perasaan orang lain, maka yang dipermasalahkan disini bukanlah perintah shalatnya akan tetapi sejauh mana ia memahami dan memaknai akan pentingnya ibadah shalat.
Begitu juga saat kita dapati jika ada seseorang yang sudah bergelar haji bahkan berkali-kali pergi haji, tetapi kurang baik dengan tetangganya, masih suka menggunjing orang lain, sombong dan kikir.
Permasalahannya bukan pada kewajiban haji yang telah ditunaikannya, akan tetapi menyangkut personal daripada orang yang pergi haji tersebut, karena tidak semua orang yang pergi haji bisa mendapatkan haji yang mabrur, sama halnya saat seseorang duduk di bangku sekolah tidak semuanya bisa mendapatkan gelar doktor karena ada saja yang berhenti di tengah jalan karena kondisi ekonomi dan alasan lainnya, begitu juga dengan para pedagang tentu tidak semua untung bahkan ada saja pedagang yang gulung tikar karena mengalami kerugian atau tertipu oleh saingan bisnisnya.
Syariat Islam dalam keadaan dan kondisi apapun tetap harus kita agungkan, karena ini adalah perintah Tuhan. Syariat Islam sejatinya mendatangkan kemaslahatan bagi sesama dan ajarannya menolak segala jenis kerusakan di muka bumi, manusia bisa saja khilaf di dunia akan tetapi syariat Islam tetap memiliki keutamaan bagi yang benar-benar melaksanakannya.
Karena semakin seseorang taat kepada Tuhannya dan berbakti kepada orangtuanya maka semakin baik pula hubungan sosial dengan keluarga, kerabat dan sesamanya, jika ada orang yang kelihatannya sudah taat dan begitu berbakti kepada orangtua tapi masih tidak sesuai dengan yang diharapkan, maka yang jadi masalah adalah sejauh mana ia pandai memahami akan tuntunan Tuhan dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Seharusnya semakin baik agama seseorang, maka semakin maju pola hidup dan pola pikirnya, karena Ajaran Islam bukan terletak pada simbol, atribut dan aneka pencitraan semata melainkan lebih kepada sebuah nilai yang memberikan manfaat bagi dirinya dan sesama.
Lalu bagaimana jika sebaliknya? Jika orangtua dari suami kurang baik terhadap kita sebagai menantu, apakah yang harus kita lakukan?
Kedudukan mertua dalam Islam sama dengan orangtua kita walaupun mereka tidak melahirkan kita. Mereka tetap harus dihormati sebagaimana kita menghormti kedua orang kita, tiada pilihan selain bersabar disertai dengan doa yang tulus agar perbuatannya bisa berubah. Kenapa demikian?
Karena tanpa mertua, suami tidaklah akan terlahir ke dunia dan bisa menjadi pendamping hidup kita saat ini. Maka bersabarlah dengan kesabaran yang indah.
Mungkin saja mertua sedikit cerewet atau berlaku sedikit galak merupakan karakternya sejak lama, kadang kala dibalik kerasnya seseorang masih ada kebaikan yang tersimpan di dalam hatinya.
Sayangnya manusia sering cepat memvonis keadaan yang kurang berkenan dan kurang pandai mengambil hikmah dari suatu kejadian yang terjadi dalam hidupnya.
وَاللّهُ غَالِبٌ عَلَى أَمْرِهِ وَلَـكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَ يَعْلَمُو
“..Dan Allah berkuasa terhadap urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahuinya.” (QS : Yusuf ayat 21)
Maka tetaplah bersabar selama kehormatan dan harga diri Anda tetap terjaga, toh mertua tidak menyuruh kita kepada kemungkaran dan tidak pula melakukan kekerasan.
Tidak mudah memang jika kenyataan ini benar-benar terjadi menimpa para kaum hawa, akan tetapi jika belum dicoba maka akan semakin tidak mudah lagi, bersabarlah karena buah dari kesabaran lebih manis daripada madu, bahkan rasa manisnya bisa menjadi penawar kegundahan dan kegelisahan hati anda selama ini.*/Guntara Nugraha Adiana Poetra, Pimred kajian dunia Islam progresif di www.infoisco.com