PUKUL satu siang, bel sekolah berdering, tanda pelajaran dimulai kembali selepas shalat Dzuhur dan makan siang. Pembelajaran di siang hari masih terus berlanjut hingga adzan Ashar berkumandang.
Aktivitas sekolah full day school yang dianut banyak sekolah Islam saat ini, mengharuskan guru yang mendapatkan jatah mengajar di siang hari memilih metode yang mampu membuat murid tetap setia bersama gurunya tanpa rasa bosan dan kantuk.
Saya termasuk guru yang harus mengajar siang itu. Mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) di kelas empat tentang alam ghaib, saya memutuskan memulai pelajaran dengan bercerita.
Kali ini, cerita tentang bangsa jin yang suka mencuri dengar rahasia langit menjadi pilihan. Saya mengutip beberapa ayat dalam al-Quran dan membacakan artinya kepada mereka. Bahwa jin mengakui kebiasaan mereka mencuri berita dari langit sebagaimana tertera dalam surah Al-jin ayat 8-9, “Sesungguhnya kami telah mencoba mengetahui (rahasia) langit, maka kami mendapatinya penuh dengan penjagaan yang kuat dan panah- panah api, dan sesungguhnya kami dahulu dapat menduduki beberapa tempat di langit itu untuk mendengar-dengarkan beritanya. Tetapi sekarang barang siapa yang mencoba mendengarkannya tentu akan menjumpai panah api yang mengintai untuk membakarnya.”
Hujan meteor atau bintang jatuh yang dapat disaksikan dari bumi, Itulah saat di mana Allah melempari mereka. Ujar saya menjelaskan. Selain penghias langit dan penunjuk arah, bintang diciptakan sebagai lemparan bagi setan yang berusaha mencuri berita dari langit dan membisikkannya ke telinga para dukun.
Mendengar cerita tentang bintang sebagai lemparan , tiba-tiba seorang murid nyeletuk, ”wiiih, lemparan-lemparan bintang itu lebih hebat dari shuriken yang dipakai Naruto dan teman-temannya, pasti setan langsung terbakar, kerrreen.”
Sekedar tahu, Shuriken adalah senjata lempar yang digunakan para ninja untuk pertempuran jarak jauh dalam sebuah film kartun (manga) Jepang yang banyak ditonton anak-anak, yaitu Naruto.
Saya menjawab celetukannya dengan berkata, “Subhaanallah, hujan bintang itu lebih dahsyat dari hujan Shuriken yang kamu saksikan dalam film tersebut.”
Itulah dunia anak-anak.
Setiap apa yang dilihat, didengar dan apa yang dipegang akan dibaca sesuai apa yang mereka hayalkan.
Anak-anak tidak terlepas dari hayalan atau imajinasi yang memenuhi alam rasa dan pikirannya.
Kita sering melihat anak-anak berbicara sendiri, menggambar berbagai hal dalam satu lembar kertas, menyusun kepingan balok atau lego menjadi bangunan, kendaraan atau apa saja sesuai imajinasi mereka.
Terkadang kain sarung dan kardus bekas pun menjadi karya yang menakjubkan di tangan anak-anak. Imajinasi positif yang terus terasah akan menjadikan anak semakin kreatif, maka tidak sedikit pemerhati pendidikan anak membahas tentang bagaimana cara menjaga dan mengembangkan imajinasi mereka.
Al-Quran Mengusik Imajinasi
Tidak dipungkiri oleh siapapun keindahan seni ayat-ayat Al-Quran dari sejak awal diturunkannya hingga sekarang.
Dari segi tata bahasa, balaghah dan fashahahnya, keterpaduan antar ayat dan metode yang menakjubkan dalam mengungkapkan seluruh tujuannya. Jauh sebelum ilmu tafsir dan ilmu tata bahasa ada, keindahan Al-Quran mampu membuat Umar bin Khattab terpesona dan merubahnya menjadi Muslim yang taat.
Juga mampu menjadikan Al-walid ibn Mughiroh terpesona namun malah lari darinya karena kesombongan dan kehawatiran akan hilangnya kedudukan.*/Sarah Zakiyah, seorang guru tinggal di Depok Jawa Barat (BERSAMBUNG)