Oleh: Ummu Yaya
Hidayatullah.com | BELUM lama ini secara tak sengaja, saya menonton channel youtube milik Deddy Corbuzier. Saya tertarik untuk menonton karena melihat judul acaranya “Kontoversi Jilbab, Ibu Sinta Nuriyah mengenang Gus Dur”.
Dalam wawancara itu, Sinta yang didampingi putri bungsunya Inayah Wahid, mengatakan bahwa memakai jilbab bagi perempuan Muslim tidak wajib hukumnya. Ia menafsirkan ayat Al-Qur’an secara kontekstual dan bukan secara tekstual.
Kaget! itulah yang saya rasakan ketika menonton acara itu. Tak lama setelah acara itu, ramailah orang mengomentari pernyataan beliau, bahkan jadi kontroversi di media sosial.
Satu hal yang saya khwatirkan adalah kaum perempuan di luar sana yang awam akan syariat perintah berjilbab, akan menjadikan pernyataannya sebagai hujjah untuk tidak memakai jilbab. Atau bahkan yang sudah berniat memakai bisa jadi mengurungkan niatnya, terlebih yang mengidolakan beliau hingga jadi taklik buta.
Padahal perintah berjilbab wajib hukumnya bagi seorang perempuan. Dalilnya pun jelas dalam Al-Qur’an dan Hadits, jadi tidak perlu tafsir-tafsiran lagi.
Allah ta’ala berfirman :
يَاأَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ ِلأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلاَبِيبِهِنَّ
“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang Mukmin: Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” (QS: al-Ahzab [33]: 59).
Dalam ayat lain disebutkan;
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا ۖوَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّ ۖوَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ …
“Katakanlah kepada perempuan yang beriman, “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka ….” (QS: An-Nuur: 31)
Dalam satu riwayat Nabi Muhammad ﷺ bersabda :
عَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ قَالَتْ أُمِرْنَا أَنْ نُخْرِجَ الْحُيَّضَ يَوْمَ الْعِيدَيْنِ وَذَوَاتِ الْخُدُورِ ، فَيَشْهَدْنَ جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِينَ وَدَعْوَتَهُمْ ، وَيَعْتَزِلُ الْحُيَّضُ عَنْ مُصَلاَّهُنَّ . قَالَتِ امْرَأَةٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ ، إِحْدَانَا لَيْسَ لَهَا جِلْبَابٌ . قَالَ « لِتُلْبِسْهَا صَاحِبَتُهَا مِنْ جِلْبَابِهَا »
“Dari Ummu ‘Athiyyah, ia berkata, “Pada dua hari raya, kami diperintahkan untuk mengeluarkan perempuan-perempuan haid dan gadis-gadis pingitan untuk menghadiri jamaah kaum Muslimin dan doa mereka. Tetapi perempuan-perempuan haid harus menjauhi tempat shalat mereka. Seorang perempuan bertanya:, “Wahai Rasulullah, seorang perempuan di antara kami tidak memiliki jilbab (bolehkan dia keluar)?” Beliau menjawab, “Hendaklah kawannya meminjamkan jilbabnya untuk dipakai perempuan tersebut.” (HR. Bukhari dan Muslim ).
Dalam hadits lain Nabi ﷺ mengatakan, “Wahai Asma’, sesungguhnya seorang perempuan, apabila telah balig (mengalami haid), tidak layak tampak dari tubuhnya kecuali ini dan ini (seraya menunjuk muka dan telapak tangannya).” (HR Abu Dawud)
Dari semua dalil Al-Qur’an Hadits di atas, jelas sudah wajibnya perintah berjilbab. Bahkan para ulama telah ber’ijtima bahwa jilbab adalah wajib hukumnya, tanpa perlu tafsiran yang njelimet.
Menutup aurat bagi perempuan Muslim
Menurut fiqih Syafi’i, anggota tubuh perempuan yang boleh terbuka hanya wajah dan kedua telapak tangan. (Abu Ishaq As-Syirazi, Al-Muhaddzab fi Fiqhil Imamis Syafi’i). Mazhab Syafi’i mengatakan wajah adalah aurat, kecuali saat shalat. Sehingga di luar shalat perempuan wajib pakai cadar.
Pendapat ini juga diambil Gus Baha. Dalam sebuah saluran channel Youtube mengatakan, mayoritas Muslim Indonesia bermahzab Syafii, tapi praktiknya dalam urusan jilbab, banyak intiqal mahzab, memilih Imam Hanafi.
“Menurut saya, jangan sampai kita menggunakan hukum selain ini (Islam, soal jilbab). Andaikan ada kelonggaran Mahzab, maka yang bukan aurat hanya muka dan telapak tangan (untuk perempuan). Soal keluarga Anda belum melakukan (menutup aurat), percayalah itu hanya adat Indonesia. Tapi jangan pernah mengatasnamakan hukum Islam.”
Ia menolak pendapat kaum sekuler Indonesia yang berpendapat rambut (perempuan) itu bukan aurat, hingga akhirnya berpendapat “Tidak perlu berjilbab.” Menurutnya, ini adalah pendapat yang sangat berlebihan. “Sebagian pakar Indonesia menganggap rambut (perempuan) itu bukan aurat, akhirnya membolehkan tidak berjilbab. Menurut saya itu berlebihan. Karena dalam konsensus (kesepakatan) ulama terdahulu, yang jadi perbedaan pendapat hanyalah wajah dan telapak tangan. Kalau sampai rambut itu, tidak satupun ulama yang membolehkan (terbuka).”
Para ulama, menurut Gus Baha bersepakat bahwa perintah untuk menutup aurat merupakan sebuah kewajiban. Hal ini konsekuensinya jika ada orang yang tidak melaksanakan perintah tersebut akan mendapatkan dosa, meski tidak sampai keluar Islam. Karena definisi dari wajib yaitu perkara yang apabila dilakukan akan berpahala dan apabila ditinggalkan akan mendapatkan dosa.
Semoga Allah ta’ala selalu membimbing dan melindungi kita serta anak keturunan kita dari pemahaman dan pemikiran kaum liberal dan SePILIS dan orang – orang yang dapat merusak pemahaman kita tentang syariat Islam yang sesungguhnya.*
Penulis adalah ibu rumah tangga