Jihad di Jalan Allah
Meski kala itu usianya menginjak sekitar 60 tahun, namun di medan jihad, ia berperang dengan pedang dan tombak layaknya pemberani, dan menunggang kuda layaknya ksatria.
Saat perang Uhud, Shafiyyah radhiyallahu ‘anha pergi bersama sekelompok perempuan untuk berjihad di jalan Allah. Ia membawa air, memberi minum pasukan yang kehausan, mengarut anak panah, dan mengobati luka para korban.
Ketika kekalahan dan musibah menimpa kaum muslimin di perang Uhud, mereka berhamburan dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendapat serangan secara terbuka dari kaum Quraisy. Pada saat itu, Shafiyyah radhiyallahu ‘anha bangkit dengan kemarahannya dengan sebuah tombak ditangannya, lalu ia berdiri di hadapan kaum muslimin sembari berteriak kepada mereka, “Apa-apaan kalian ini! Patutkah kalian lari meninggalkan Rasulullah ﷺ?”
Baca: Wanita-Wanita Terhormat Pilihan Islam [1]
Kekalahan dan musibah yang menimpa kaum muslimin di perang ini, amat berat bagi mereka juga Rasulullah ﷺ, karena banyak sahabat yang mati syahid, bukan hanya ditebas pedang saja, tetapi tubuhnya pun dipotong-potong oleh kaum Quraisy. Salah satu di antara mereka ialah Hamzah bin ‘Abdul Muththalib radhiyallahu ‘anhu, paman Nabi ﷺ yang tak lain saudara dari Shafiyyah radhiyallhu ‘anha.
Saat Rasulullah mengetahui apa yang terjadi pada pamannya, beliau memerintahkan kepada Zubair bin Awwam radhiyallahu ‘anhu untuk menemui ibunya, Shafiyyah radhiyallahu’anha dan mengajaknya pulang, khawatir tidak kuat dan tahan saat melihat jasad Hamzah radhiyallahu ‘anhu yang sudah terpotong-potong itu. Namun, Shafiyyah radhiyallahu ‘anha menolak seraya berkata, “Mengapa (aku tidak boleh melihatnya), aku telah mendengar saudaraku telah dibunuh secara sadis, dan itu di jalan Allah…”
Dengan kesabaran, ketabahan, dan ketegaran Shafiyyah radhiyallahu ‘anha melihat jasad saudaranya tergeletak tak bernyawa yang dibunuh secara sadis oleh kaum Quraisy, ia mengucapkan kalimat istirja’ (inna lillahi wa inna ilaihi raji’un) dan memohon ampun kepada Allah subhanahu wa ta’ala untuknya. Beliau hanya berharap pahala di sisi Allah subhanahu wa ta’ala serta rela terhadap takdir-Nya.
Perang Khandaq
Setiap kali Nabi ﷺ hendak pergi berperang, beliau menempatkan para perempuan, orang tua dan anak-anak di tempat yang aman. Dan pada saat Rasulullah ﷺ pergi ke Khandaq, beliau menempatkan mereka di dalam benteng Hassan bin Tsabit radhiyallahu ‘anhu, karena inilah benteng Madinah yang paling kokoh.
Baca: Beginilah Keluasan Ilmu Sayyidah ‘Aisyah
Saat kaum muslimin sibuk dengan Perang Khandaq, kaum Yahudi mengutus seseorang untuk memata-matai para perempuan di benteng.
Saat mengendap-endap, Shafiyyah radhiyallahu ‘anha melihat pria tersebut. Shafiyyah radhiyallahu ‘anha berkata, “Aku kemudian mengambil balok kayu, kemudian aku bawa turun. Aku membuka pintu secara perlahan, setelah itu aku menyerang Yahudi itu. Aku memukulnya dengan balok hingga tewas.”
Begitulah peristiwa ini terjadi, sehingga menjadikan Shafiyyah radhiyallahu ‘anha sebagai perempuan pertama yang membunuh seorang musyrik.
Ranjang Kematiannya
Shafiyyah radhiyallahu ‘anha meninggal dalam usisa 70 tahun lebih, tahun 20 H pada masa Umar bin Khattab, dan di kuburkan di Baqi. Teladan yang dapat kita ambil dari kisah beliau adalah bagaimana menjadi seorang ibu yang mendidik anaknya dengan pendidikan yang pantas, baik, dan benar.
Ia tidak membiarkannya lalai terhadap ajaran-ajaran Islam, bahkan mendidik seorang anak untuk membela dan menegakkan agama Islam. Karena ibu adalah sekolah pertama bagi anak-anaknya. Tidak seperti yang dapat kita lihat pada jaman sekarang ini, banyak anak yang justru lemah bahkan jauh dari agama.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Salah satu faktor penyebabnya adalah karena kelalaian orang tua khususnya seorang ibu dalam mendidik anaknya. Hal ini sangatlah berpengaruh terhadap seorang anak jika tidak dididik dengan benar. Jika hidupnya tidak ditanami dengan ajaran Islam, mereka pasti sangat mudah sekali terpengaruhi oleh media/aplikasi yang dapat di-install dengan mudah di android, yang justru dapat menghancurkan moral/akhlak generasi saat itu bahkan generasi selanjutnya.
Selain itu, kesabaran dalam menghadapi ujian yang Allah subhanahu wa ta’ala berikan kepada Shafiyyah radhiyallahu ‘anha dengan kematian saudaranya, Hamzah bin ‘Abdul Muththalib radhiyallahu ‘anhu, dapat dijadikan contoh dalam kehidupan kita. Menerima segala takdir yang Allah subhanahu wa ta’ala berikan kepada kita. Karena sesungguhnya dibalik hal itu, terdapat hikmah dan kebaikan yang dapat kita ambil dan dijadikan pelajaran di dalamnya.*/ Hana Nur Fauziyyah Idris, mahasiswi STIBA Ar Raayah Sukabumi