DALAM kuliah Subuh (03/07/2018), Syekh Muhammad Ali Asy-Syinqithi (Ulama Besar Ahli Tadabbur berkebangsaan Saudi) menekankan pentingnya berpegang teguh kepada tali agama Allah. Sedangkan surat yang mengandung banyak rahasia tentang hal itu adalah Surah Al-Fatihah. Pada kesempatan fajar penuh berkah, di hotel Grand Cempaka Jakarta Pusat, beliau menyampaikan rahasia-rahasia itu.
Sebelum menjelaskan rahasia-rahasia i’tisham di dalamnya, beliau katakan bahwa surah Al-Fatihah mengandung seluruh komponen Al-Qur`an. Meski surah ini pendek (terdiri dari 7 ayat), namun mencakup isi inti Al-Qur`an. Di dalamnya ada akidah, hukum, kenabian, akhlak, janji dan ancaman, kisah dan janji. Maka tidak mengherankan jika surah ini begitu agung sebagaimana yang terdapat dalam hadits nabi. Suatu hari sahabat yang bernama Abu Sa’id bin Mu’alla diberitahu surah paling agung di dalam Al-Qur`an yaitu Al-Fatihah (HR. Bukhari, Abu Dawud dan Nasa’i)
Bahkan –masih terkait keagungan surah ini-, dalam riwayat Muslim disebutkan bahwa Allah berfirman, “Aku membagi shalat antara Aku dengan hamba-Ku, dan hambaku mendapatkan sesuatu yang dia minta.” Ini menunjukkan betapa agungnya surah pembuka ini.
Sebelum membaca surah ini, ada anjuran untuk meminta perlindungan kepada Allah dengan membaca ‘taawwudz’ (a’uudzubillahi minasy-syaithaanir rajiim). Ini sangat beralasan karena, untuk membaca kitab yang agung ini, perlu dengan jiwa, akal dan pikiran yang bersih agar tidak menyimpang dalam memahaminya akibat pengaruh setan. Dan itu hanya bisa dicapai ketika meminta perlindungan langsung dari Allah Subhanahu wata’ala.
Selanjutnya, di antara yang beliau sampaikan bahwa “bismillahir rahmaanir rahiim” mengandung pengertian mendalam. Syekh menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan “Ar-Rahmaan” adalah nikmat Allah yang luas kepada seluruh makhluknya, tidak peduli apakah itu untuk orang kafir maupun mukmin. Namun, untuk orang kafir terbatas hanya untuk di dunia. Adapaun kata “Ar-Rahiim” adalah nikmat Allah yang terus bersambung hingga di akhirat, dan itu hanya diberikan kepada orang-orang beriman.
Dengan bismillah, orang beriman mengawali segenap aktivitasnya dengan pertolongan Allah Subhanahu wata’ala. Sedangkan pertolongan Allah Subhanahu wata’ala sebaik-baik faktor untuk mewujudkan ‘i’tishaam’ (berpegang teguh kepada tali agama Allah).
Ayat-ayat selanjutnya adalah menunjukkan sifat-sifat Allah. Selain itu, beliau sempat menjelaskan perbedaan antara “maalik” dengan mim yang panjang (dalam Surah Al-Fatihah) dan “malik” dengan mim yang pendek (dalam Surah An-Naas) bahwa maalik adalah raja diraja yang bukan saja menguasai dunia tapi juga akhirat. Sedangkan malik, adalah terkait kerajaan (kekuaasaan) di dunia.
Keterangan lain yang bisa menjelaskan terkait berpegang teguh pada tali Allah adalah ayat: “Iyyaaka na’budu waiyyaaka nasta’iin” (hanya kepada-Mu kami menyembah, dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan). Rahasia mengapa kata “iyyaaka” di dahulukan pada kata “na’bud” adalah karena jika “na’bud” yang didahulukan maka ada kemungkinan menyembah selain Allah, sedangkan dengan mendahulukan “iyyaka” maka tidak ada ruang kemungkinan lagi selain bahwa yang disembah hanyalah Allah Subhanahu wata’ala.
Didahulukannya ibadah atas memohon pertolongan ini juga sangat menarik. Seolah-olah ingin memberi pelajaran bahwa, sebelum meminta hak kepada Allah berupa pertolongan, seharusnya hamba beribadah kepada-Nya dengan penuh ketulusan. Terkait dengan berpegang teguh dan persatuan, pada ayat ini digunakan dhamir (kata ganti) ‘nahnu’ (kami) yang menunjukkan bahwa aktivitas ibadah dan memohon pertolongan dilakukan secara berjamaah bukan sendiri-sendiri.
Selain itu, pada ayat selanjutnya, ada permintaan untuk meminta bimbingan dan petunjuk secara kolektif agar ditunjuki pada jalan yang mustaqim dan ditunjukkan secara jelas maknanya. Jalan yang sering diartikan lurus ini adalah jalannya orang yang diberi nikmat oleh Allah, yang dalam surah An-Nisa [4], ayat 69 adalah jalannya para nabi, para shiddiqqin, syuhada dan orang-orang saleh. Jalan-jalan orang ini memang patut dijadikan teladan dalam berpegang teguh pada tali agama Allah dan persatuan.
Bukan jalannya orang-orang yang dimurkai (seperti Yahudi) yang mengerti ilmu tapi tidak mengamalkannya atau jalan orang-orang yang sesat (seperti Nashrani) yang mengamalkan sesuatu tanpa landasan ilmu. Di sini dengan sangat jelas ditunjukkan oleh Allah siapa yang patut diteladani dan ditinggalkan dalam menempuh jalan yang lurus.
Dengan kandungan Al-Fatihah yang mengandung unsur komplit isi Al-Qur`an, maka –sekali lagi- tidak berlebihan jika surah ini –bagi orang yang mau memahami dan metadabburinya- mendangung komponen-komponen yang bisa membuat orang-orang mukmin berpegang teguh pada tali agama Allah dan mempererat persatuan dan kesatuan.*/Mahmud Budi Setiawan