Oleh: Muhammad Syafii Kudo
Hidayatullah.com | TAGAR #dirumahsaja nampaknya kini sudah menjadi slogan nasional di seluruh Indonesia. Anjuran agar masyarakat berada di rumah saja yang digaungkan oleh Pemerintah sejalan dengan kebijakan yang diambil berupa social distancing (menjaga jarak sosial) dan physical distancing (menjaga jarak fisik dengan orang lain, 1-2 meter) dalam menghadapi Covid 19.
Pemerintah dengan tegas mengatakan bahwa mereka tidak akan melakukan lockdown atau karantina secara total di seluruh wilayah NKRI. Karena alasan bisa mengganggu ekonomi rakyat Indonesia yang mayoritas merupakan kelas menengah ke bawah yang mana penghasilan mereka didominasi oleh penghasilan harian.
Kebijakan karantina wilayah (lockdown) hanya di lakukan di wilayah-wilayah yang dianggap sebagai zona merah pandemi Covid 19. (Jawa Pos, 29 Maret 2020). Apapun kebijakan yang diambil Pemerintah sebagai Ulil Amri patut diapresiasi dengan tetap memberikan kritik yang membangun.
Pemerintah kini masih mengkampanyekan gerakan jaga jarak, cuci tangan pakai sabun, pakai masker, pakai hand sanitizer, dan desinfektasi di berbagai tempat, dan tidak lupa yang utama yakni agar masyarakat di rumah saja. Ajakan agar berada di rumah saja ini sebenarnya ada sisi positif dan negatifnya.
Sisi positifnya adalah gerakan ini membuat orang-orang “dipaksa” kembali ke rumah yang merupakan ekosistem dan habitat pertama tiap manusia dalam kehidupan di dunia ini. Ingat, ada adagium terkenal Baiti Jannati yang bermakna Rumahku Surgaku. Dan kini saat ada ajakan nasional agar di rumah saja, merupakan waktu yang tepat bagi tiap keluarga Indonesia untuk memugar kembali Surga mereka yang ada di rumah.
Ketika manusia digiring pulang ke rumah dan jalanan dikosongkan oleh Pemerintah akibat Covid 19, ambil hikmahnya. Mungkin kita bisa merajut kembali kehangatan keluarga yang perlahan mulai dingin.
Ketika mal, warkop, dan sekolah ditutup demi menghindarkan kerumunan manusia, bisa jadi Allah ingin agar keluarga Indonesia bisa merasakan kembali suasana “masa lalu” pendahulu mereka yang terkenal dengan pepatah makan gak makan asal kumpul. Di saat warung kopi dan tempat kongkow ditutup, seorang ayah bisa menikmati ngopi atau ngeteh bareng anak istrinya di rumah sembari bercengkarama.
Selagi sekolah dipindah kegiatannya ke dalam rumah, maka bisa jadi Allah berkehendak “menghidupkan” kembali instrumen pendidikan paling utama bagi tiap anak yakni Ibu, sebab kata Rasulullah ﷺ, “Al Umm Madrasatul Ula“, seorang ibu adalah sekolah pertama bagi anak-anaknya. Jadi di balik setiap musibah tentu ada hikmah besar yang sudah disisipkan oleh Allah sekaligus. Sebab Allah menciptakan segala sesuatu di dunia ini saling berpasang-pasangan.
Sesulit apapun kondisi pasti Allah sudah sediakan jalan keluarnya. Kita bisa lihat di saat kondisi karantina wilayah yang mengharuskan masyarakat berada di rumah dan tidak bisa membeli barang kebutuhan mereka ternyata Allah sediakan kecanggihan zaman berupa kemudahan jasa pemesanan barang secara daring yang kini seluruh operatornya mayoritas menggratiskan ongkos kirim bagi produk mereka.
Dan belum lagi ditambah makin maraknya aksi kesetiakawanan masyarakat yang menggalang donasi untuk disalurkan kepada warga kurang mampu yang harus berada di rumah saja akibat terkena dampak karantina wilayah. Lalu di saat tugas sekolah dipindah ke rumah, Allah sudah sediakan kemudahan zaman berupa media daring yang mana kegiatan belajar mengajar bisa tetap berjalan lewat sistem daring.
Muhasabah Kesombongan
Tentu masih banyak hikmah yang bisa kita gali dari pandemi global Covid 19 ini. Dan hikmah terbesar yang bisa kita ambil dari wabah Covid 19 ini adalah fakta bahwa kita ini sangat kecil di depan ke-Maha Besar-an Allah Swt.
Terlepas apakah wabah ini akibat dari ulah jahat manusia atau bukan, yang jelas bakteri atau virus tak kasat mata ini ternyata sudah mampu menundukkan kesombongan manusia di seluruh dunia.
Sifat khas virus Covid 19 yang random dalam memilih korbannya ini mengingatkan kita kepada Sabda Rasulullah ﷺmengenainya.
ﻋﻦ ﻋﺎﺋﺸﺔ ﺭﺿﻲ اﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻋﻨﻬﺎ ﺯﻭﺝ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻗﺎﻟﺖ ﺳﺄﻟﺖ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻋﻦ اﻟﻄﺎﻋﻮﻥ ﻓﺄﺧﺒﺮﻧﻲ ﺃﻧﻪ ﻋﺬاﺏ ﻳﺒﻌﺜﻪ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻰ ﻣﻦ ﻳﺸﺎء ﻭﺃﻥ اﻟﻠﻪ ﺟﻌﻠﻪ ﺭﺣﻤﺔ ﻟﻠﻤﺆﻣﻨﻴﻦ ﻟﻴﺲ ﻣﻦ ﺃﺣﺪ ﻳﻘﻊ اﻟﻄﺎﻋﻮﻥ ﻓﻴﻤﻜﺚ ﻓﻲ ﺑﻠﺪﻩ ﺻﺎﺑﺮا محتسبا ﻳﻌﻠﻢ ﺃﻧﻪ ﻻ ﻳﺼﻴﺒﻪ ﺇﻻ ﻣﺎ ﻛﺘﺐ اﻟﻠﻪ ﻟﻪ ﺇﻻ ﻛﺎﻥ ﻟﻪ ﻣﺜﻞ ﺃﺟﺮ ﺷﻬﻴﺪ.
“Sayyidah Aisyah Ra bertanya pada Nabi Muhammad ﷺtentang tha’un. Nabi Muhammad ﷺ menceritakan bahwa sesungguhnya tha’un itu merupakan adzab yang dikirim Allah Swt pada siapa yang dikehendaki, dan Allah menjadikannya rahmat bagi orang-orang mukmin. Tidaklah seseorang tertimpa tha’un, lalu berdiam di tempat dengan sabar, mengisolasi diri, mengerti tidak ada yang mengenainya selain apa yang telah ditetapkan Allah padanya, kecuali baginya ada pahala seperti mati syahid.” (HR: Bukhari: 4/213, no: 3287).
Covid 19 ini menimpa kepada siapa saja yang dikehendaki oleh Allah Swt. Jika hari ini kita lihat Ratu Elizabeth, Pangeran Charles, PM Inggris Boris Johnson, dan beberapa pesohor dunia yang lain terkena Covid 19 maka dalam pandangan akidah Islam hal itu adalah azab bagi mereka.
Dan ketika menimpa orang-orang yang beriman kepada Allah Swt entah itu menteri, raja, anggota DPR, hingga rakyat kecil maka dalam akidah Islam itu dianggap sebagai rahmat bagi mereka. Dan jika mereka bersabar sembari melakukan karantina pribadi lalu Allah mewafatkan mereka, maka itu adalah kesyahidan bagi mereka.
Tentu kita tidak menafikan pula sisi negatif dari gerakan agar berada di rumah saja yang begitu besar bagi masyarakat, terutama bagi umat Islam. Sebab bagi umat Islam memang ada kegiatan yang harus dikerjakan di luar rumah, yakni mencari nafkah dan juga ibadah.
Karena ada ibadah yang mengharuskan seorang Muslim keluar dari rumahnya seperti umroh dan haji, sholat Jum’at, sholat 5 waktu di masjid, majlis taklim dan banyak lagi agenda keumatan yang semuanya itu kini terpaksa ditunda bahkan ditiadakan akibat kebijakan supaya berada di rumah saja. Dan entah bagaimana dengan Ramadhan tahun ini, akankah semarak tarawih dan tadarus juga terpaksa diredupkan, semua tergantung sampai kapan wabah ini akan tetap berlangsung.
Walhasil sebagai insan beriman kita tentu percaya bahwa tidak ada yang sia-sia dari semua kejadian ini. Ini sesuai dengan firman Allah Swt.
و عسى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وهُوَ خَيْرٌ لكَمْ وَعَسى أَنْ تُحِبُّوْا شَيْئا وهو شرٌّ لكم واللهُ يعلمُ وأَنْتُمْ لا تَعْلمُوْنَ
“Bisa jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan bisa jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”(QS: Al Baqarah: 216).
Tugas kita sekarang hanyalah banyak berdoa, bersabar dan berikhtiar semaksimal mungkin sampai Allah mengakhiri semua ini. Wallahu A’lam Bis Showab.*
Santri Kulliyah Dirosah Islamiyah Pandaan Pasuruan