Hidayatullah.com | DARI Dari Abu Bakrah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,
دَعَوَاتُ الْمَكْرُوبِ: اللَّهُمَّ رَحْمَتَكَ أَرْجُو فَلَا تَكِلْنِي إِلَى نَفْسِي طَرْفَةَ عَيْنٍ أَصْلِحْ لِي شَأْنِي كُلَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ
“Doa-doa ketika terkena bencana dan musibah, ‘Wahai Allah, hanya rahmat-Mu yang aku harapkan, maka janganlah Engkau menyerahkan aku kepada diriku sendiri meski hanya sekejap mata dan perbaikilah seluruh urusanku. Tiada Ilah Yang berhak disembah selain Engkau’ .” (HR. Ahmad dan Abu Daud)
Di dalam riwayat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, dia berkata bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Fathimah radhiyallahu ‘anha,
ما يمنعك أن تسمعي ما أوصيك به؟ أن تقولي إذا أصبحتِ وإذا أمسيت:يا حي يا قيوم، برحمتك أستغيث، وأصلح لي شأني كله، ولا تكِلْني إلى نفسي طرفة عين.
“Apa yang menghalangimu untuk mendengar apa yang aku wasiatkan kepadamu? Hendaknya saat berada di pagi dan sore hari engkau mengucapkan, ‘Wahai Dzat Yang Maha Hidup lagi Maha Berdiri dengan sendiri-Nya, dengan rahmat-Mu aku mohon pertolongan. Perbaikilah urusanku seluruhnya dan jangan Engkau serahkan aku kepada diriku walau hanya sekejap mata’ .” (HR. an-Nasai, al-Hakim, al-Baihaqi).
Pelajaran dari Hadits di atas:
Ketika terjadi musibah atau bencana atau sesuatu yang tidak kita inginkan, kita diperintahkan untuk membaca doa sebagaimana yang tersebut di dalam hadits di atas. Adapun keterangannya sebagai berikut:
Pelajaran Pertama: Doa-doa Ketika Terkena Bencana
دَعَوَاتُ الْمَكْرُوبِ
“Doa-doa ketika terkena bencana dan musibah”
Al-Makrub: Segala yang menimpa dirimu dan menyebabkan sedih, gelisah dan tidak tenang hati. (Faidhu al-Qadir: 3/526)
Musibah yang menimpa seorang muslim, jika dia bersabar terhadapnya dan mengharap pahala di sisi-Nya, maka hal itu akan menghapuskan segala dosa. Sebagaimana di dalam hadist dari Abu Said Al-Khudri dan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Rasullullah ﷺ bersabda,
مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ، وَلَا وَصَبٍ، وَلَا هَمٍّ، وَلَا حُزْنٍ، وَلَا أَذًى، وَلَا غَمٍّ، حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ.
“Tidaklah menimpa seorang muslim kelelahan, sakit, kekhawatiran, kesedihan, gangguan dan duka, sampai pun duri yang mengenai dirinya, kecuali Allah akan menghapus dengannya dosa-dosanya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Musibah itu, jika dihadapi dengan sabar, maka akan menjadi ladang pahala. Seakan-akan Allah mendatangkan pahala kepada yang tertimpa musibah tanpa harus mengerjakan suatu amal. Ini sebagaimana yang tersebut di dalam hadits Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha bahwasanya ia berkata: Saya mendengar Rasulullah ﷺ ;
مَا مِنْ مُسْلِمٍ تُصِيبُهُ مُصِيبَةٌ فَيَقُولُ مَا أَمَرَهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ ، اللَّهُمَّ أْجُرْنِى فِى مُصِيبَتِى وَأَخْلِفْ لِى خَيْرًا مِنْهَا إِلاَّ أَخْلَفَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ لَهُ خَيْرًا مِنْهَا
“Tidaklah seorang mukmin tertimpa musibah lalu ia membaca apa yang telah diperintahkan oleh Allah, (Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan akan kembali kepada Allah. Ya Allah, berilah kami pahala karena mushibah ini dan tukarlah bagiku dengan yang lebih baik daripadanya). Melainkan Allah menukar baginya dengan yang lebih baik.” (HR. Muslim)
Pelajaran Kedua: Berharap Rahmat-Nya
اللَّهُمَّ رَحْمَتَكَ أَرْجُو
“Wahai Allah, hanya rahmat-Mu aku harapkan”
Di dalam riwayat lain disebutkan (يا حي يا قيوم) artinya ‘Wahai Yang Maha Hidup, Wahai Yang Maha Berdiri’. Ini menunjukkan bahwa seseorang jika berdoa kepada Allah dengan menyebut Asmaa-u al-Husna, doanya akan dikabulkan oleh Allah, dan ini merupakan perintah Allah di dalam al-Qur’an, sebagaimana firman-Nya,
وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Hanya milik Allah Asmaul Husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut Asmaul Husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” (QS: Al-A’raf : 180)
Sabdanya (رَحْمَتَكَ أَرْجُو) artinya ‘Rahmat-Mu aku harapkan’. Rahmat di sini sebagai sebagai obyek. Mestinya obyek itu diletakkan di belakang setelah subyek (pelaku), tetapi di dalam hadits ini obyeknya didahulukan, sedang (أَرْجُو) yaitu ‘Aku mengharap’, sebagai subyek atau pelaku diakhirkan. Ini untuk menunjukkan ‘pembatasan’. Sehingga bisa diterjemahkan sebagai berikut; “Aku hanya mengharap rahmat-Mu, tidak yang lainnya.”
Ini seperti firman Allah di dalam surat al-Fatihah,
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
“Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami meminta pertolongan”
Lafadh (Iyyaka) didahulukan penyebutannya dari (na’budu)_ untuk menunjukkan “pembatasan”, artinya hanya kepada-Mu kami menyembah, bukan kepada yang lainnya.
Seorang Muslim harus selalu optimis dan mengharap Rahmat Allah setiap saat, tidak boleh putus ada dari Rahmat-Nya, walaupun hanya sekejap. Karena yang berputus asa dari Rahmat-Nya hanyalah orang-orang yang sesat. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
قَالَ وَمَنْ يَقْنَطُ مِنْ رَحْمَةِ رَبِّهِ إِلَّا الضَّالُّونَ
“Ibrahim berkata: ‘Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat Tuhannya, kecuali orang-orang yang sesat’.” (QS: Al-Hijr: 56).*
✒ Dr. Ahmad Zain An-Najah, MA, Pusat Kajian Fiqih Indonesia (PUSKAFI)