Sambungan artikel PERTAMA
Oleh: Mahmud Budi Setiawan
Kelima, ketika itu umat Islam terbiasa hidup berfoya-foya dan terlalu cinta kepada dunia, sehingga kesadaran kepada agamanya sangat kurang.
Untuk mengatasi masalah ini –sebagaimana gambaran sejarah- ada beberapa hal yang perlu dilakukan.
Pertama, menyiapkan pemimpin yang shalih, kuat, pemberani, adil, amanah, dan bermartabat.
Dalam sejarah kita bisa melihat bahwa kedikdayaan Mongolia –tentunya setelah izin Allah- bisa ditaklukkan oleh seorang pemimpin yang memiliki karakter tersebut, yaitu: Saifuddin Quthus (Mahmud bin Mamdud). Pasukan Mongoliaia luluh lantak dalam pertempuran `Ainun Jalut yang dipimpin olehnya (Muhammad Shallabi, dalam al-Sulthan Saifuddin al-Quths wa Ma`rakatu `Ain Jalut, 137).
Kedua, memperkuat persatuan dan kesatuan serta peduli dengan urusan umat. Tidak boleh tidak, jika umat Islam tidak mau mengalami apa yang dialami saudara di Aleppo, maka harus mengokohkan persatuan, semua kepentingan pribadi harus lebur untuk kemaslahatan umat, serta siap sedia dalam memberi bantuan kepada mereka. Ini karena, Al-Qur`an mengingatkan:
وَٱعۡتَصِمُواْ بِحَبۡلِ ٱللَّهِ جَمِيعٗا وَلَا تَفَرَّقُواْۚ
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai,”(QS. Ali Imran[3]: 103). Kemudian, yang tak kalah penting, sesama Muslim `kan diibaratkan seperti satu bangunan, dan anggota tubuh sebagaimana yang disabdakan nabi, maka setiap kali ada saudara Muslim kesusahan, harus sigap membantu.
Ketiga, tidak memperebutkan kekuasaan. Jauh-jauh hari Nabi Muhammad sudah mengingatkan:
إِنَّكُمْ سَتَحْرِصُونَ عَلَى الإِمَارَةِ، وَسَتَكُونُ نَدَامَةً يَوْمَ القِيَامَةِ
“Sesungguhnya kalian akan berambisi (merebut) kekuasaan, dan itu akan menjadi penyesalan di hari kiamat.” (HR. Bukhari).
Di dunia saja penyesalan juga terjadi ketika perebutan kekuasaan terjadi, karena akibat yang ditimbulkan sangatlah besar. Di sepanjang sejarah, di antara faktor yang bisa memporak-porandakan barisan umat ialah ketika terjadi perebutan kekuasaan.
Keempat, meningkatkan ketaatan pada Allah dan RasulNya serta menghindarkan diri dari persengketaan dan perselisahan di antara umat Islam.
Dalam al-Qur`an, ketidaktaatan, persengketaan dan perselisihan, berakibat fatal bagi hilangnya kekuatan kaum Muslimin. Allah berfirman:
وَأَطِيعُواْ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ وَلَا تَنَٰزَعُواْ فَتَفۡشَلُواْ وَتَذۡهَبَ رِيحُكُمۡۖ ٤٦
“Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah.” (QS. Al-Anfal[8]: 46).
Salah satu kunci sukses Saifuddin Quthus dalam pertempuran `Ainun Jalut ialah karena ketaatannya kepada Allah dan Rasulnya begitu kuat, dan mampu membuat umat Islam bersatu dan mencegah terjadinya perselisihan di kalangan umat Islam.
Kelima, tidak berfoya-foya serta tidak silau dengan kehidupan dunia.
Dalam al-Qur`an dijelaskan bahwa penyebab hancurnya kaum sebelum Muhammad, karena perbuatan tersebut. Allah berfirman:
وَإِذَآ أَرَدۡنَآ أَن نُّهۡلِكَ قَرۡيَةً أَمَرۡنَا مُتۡرَفِيهَا فَفَسَقُواْ فِيهَا فَحَقَّ عَلَيۡهَا ٱلۡقَوۡلُ فَدَمَّرۡنَٰهَا تَدۡمِيرٗا ١٦
“Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.” (QS. Al-Isra[17]: 16).
Sebagai kesimpulan, setelah membaca pelajaran berharga dari sejarah, kejadian yang dialami penduduk Aleppo sangat mungkin berulang. Karenanya, jika tidak mau mengalami nasib seperti mereka, maka harus, disiapkan pemimpin yang kompeten; mengokohkan persatuan dan kesatuan umat serta peduli terhadap saudara yang kesusahan; tidak berebut kekuasaan; taat pada Allah dan RasulNya serta menghindari perselisihan dan pertikaian; kemudian terakhir hindarkan diri dari gaya hidup foya-foya dan jangan silau dengan dunia. Wallahu a`lam bi al-Shawab.*
Penulis alumni Al Azhar Mesir, peminat masalah sejarah