DICERITAKAN, sesungguhnya Abu Zakaria ra. adalah seorang yang zuhud. Tatkala ia mendekati ajal, datanglah teman-temannya. Pada waktu itu, ia dalam keadaan sakaratul maut.
Teman-temannya pun mengajarkan kalimah thayyibah, “Laa ilaaha illallaah muhammadur rasulullaah.” Abu Zakaria ra. memalingkan wajahnya. Ia tidak mengucapkan kalimat itu sama sekali.
Teman-temannya mengucapkan lafazh itu sekali lagi. Namun, ia tetap memalingkan wajahnya dari teman-temannya.
Waktu teman-temannya mengucapkan kalimah itu untuk yang ketiga kalinya, maka, Abu Zakaria ra. pun berkata, “Aku tidak akan mengucapkannya.”
Teman-temannya kaget dengan apa yang dilakukan Abu Zakaria ra. Mereka tidak pernah mengira jika Abu Zakaria ra. akan mengucapkan hal itu, padahal dalam kesehariannya ia adalah seorang yang zuhud.
Ketika Abu Zakaria ra. sudah terlepas dari sakaratul mautnya dan ia sudah merasakan agak ringan, ia membuka matanya seraya bertanya kepada teman-temannya, “Apakah kalian telah mengatakan sesuatu kepadaku?” Dengan serempak teman-temannya menjawab, “Ya, kami telah menuntunmu dengan dua kalimat syahadat sebanyak tiga kali. Namun, engkau berpaling sebanyak dua kali, dan yang ketiga kalinya engkau berkata, ‘Aku tidak akan mengucapkannya.”
Abu Zakaria ra. berkata, “Sesungguhnya iblis telah datang kepadaku dengan membawa segelas air yang sangat menggiurkan setiap insan. Ia berdiri di sampingku dengan menggoyang-goyangkan gelasnya, seraya berkata kepadaku, ‘Apakah engkau membutuhkan air? Jika iya, katakanlah bahwa Isa a.s adalah anak Allah.’
Aku pun segera berpaling darinya. Setan datang lagi dari arah kakiku dan berkata sebagaimana tadi. Aku kembali berpaling. Untuk yang ketiga kalinya, ia berkata, ‘Katakanlah, tidak ada Tuhan.’ Maka, aku pun menjawab, ‘Tidak, aku tidak akan mengucapkannya.’
Iblis itu pun membanting gelasnya ke atas bumi dan segera berlari. Jadi, sebenarnya aku menolak iblis itu, bukan kepada kamu semua. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad Shalallaahu ‘Alahi Wasallam adalah hamba dan Rasul Allah.”
Hadits ini diceritakan dari Manshur bin Umar ra., ia berkata, “Apabila telah dekat kematian seorang hamba, maka dibagilah keadaannya menjadi lima bagian. Hartanya untuk ahli warisnya, ruhnya untuk Malaikat Maut a.s., dagingnya untuk makanan ulat serta belatung, tulangnya untuk tanah, kebaikannya untuk musuhnya, dan setan untuk merusak imannya.”
Manshur bin Umar ra. berkata lagi, “Ahli waris diizinkan menghilangkan hartanya, Malaikat Maut a.s. diizinkan menghilangkan nyawanya, ulat diizinkan memakan dagingnya, tanah diizinkan memusnahkan tulangnya, dan musuh-musuhnya juga diizinkan menghilangkan kebaikannya. Semoga saja setan tidak mampu menghilangkan iman kita ketika kita mati. Karena, sesungguhnya hilangnya iman berarti berpisah dengan agama, sementara pisahnya ruh dari jasad itu tidak berpisah dari Tuhan. Berpisahnya ruh itu tak seorang pun yang tahu; tidak ada seorang pun yang tahu setelah perpisahan itu; dan hanya kerugianlah yang ada jika sampai imannya berpisah.”*/Imam Abdurrahim bin Ahmad al-Qadhi, terangkum dalam bukunya Daqaiqul Akhbar.