Hidayatullah.com– Secara teori, perilaku adalah hasil interaksi antara faktor bawaan (genetik) dan faktor lingkungan. Pondasi berfikir inilah seharusnya yang dipakai untuk mencermati kaum homoseksual.
Hal itu disampaikan Master Psikologi Forensik, Reza Indragiri Amriel, saat dihubungi hidayatullah.com di Jakarta, Selasa (09/02/2016).
Ia menjelaskan, berdasarkan temuan mutakhir oleh peneliti Michael Bailey pada 2013 lalu, terdapat jejak genetik yang dimiliki para lelaki homoseksual. Jejak genetik itu adalah sebuah bagian dari kromosom yang diberi kode Xq28.
Bailey, lanjut Reza, juga menyimpulkan bahwa pengaruh faktor disposisi (genetika) itu terhadap pembentukan orientasi homoseksual sebesar 40 persen.
“Mengacu pada hasil riset tersebut, berarti masih ada 60 persen lagi, yaitu faktor stimulasi lingkungan, yang juga memengaruhi bahkan lebih dominan terhadap pembentukan orientasi seksual menyimpang tersebut,” jelasnya.
Itu artinya, jelas Reza, temuan Bailey tersebut mematahkan seluruh klaim bahwa menjadi homoseksual adalah sesuatu yang terkodratkan.
Begitu pula, jelasnya, dalih yang menyebut bahwa Allah mengukir garis tangan seseorang untuk menjadi tertarik dengan sesama jenis kelamin itu tidak tepat.
Disebut begitu karena, menurut Master Psikologi Forensik pertama di Indonesia ini, dalih itu telah menuding Tuhan sebagai biang keladi kebejatan manusia.
Dengan demikian, jelasnya, menjadi homoseksual ternyata lebih ditentukan oleh proses belajar sosial (lingkungan). Dan siapa pun yang ingin melakukan belajar ulang pasti dapat menjadi heteroseksual.
“Mengapa pasti? Tak lain karena menjadi heteroseksual adalah satu-satunya kodrat ketertarikan yang Allah Subhanahu Wata’ala tanam ke dalam hati insan. Dan kodrat itu niscaya adalah kebaikan. Alhasil, tidak ada alasan untuk bertahan pada orientasi homoseksual,” pungkasnya.* Yahya G Nasrullah