BEKERJA bagi generasi salafussalih adalah hal yang paling utama walaupun itu sangat melelahkan. Mereka membiasakan diri tidak meminta-minta kepada orang lain, walau dalam kondisi memprihatinkan.
Dalam satu hadist disebutkan, Allah azza wa jalla mengajari Adam `alaihissalam seribu mata pencaharian (pekerjaan). Ia berkata: “Katakanlah kepada anak-anakmu, supaya mereka mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan mata pencaharian, terbiasa makan dari usahanya dan tidak mencari usaha dengan menggunakan agamanya.
Dalam hadist lain disebutkan: “Ruhul kudus membisikkan ke dalam hatiku, seseorang tidak akan menemui kematian sampai Ia menyempurnakan rezekinya, meskipun itu datangnya sangat lambat. Bertakwalah kepada Allah, halalkanlah pencarian rezekimu, karena Allah tidak menerima apa yang ia miliki dengan cara maksiat.”
Umar bin al-Khattab berkata: “Janganlah kalian duduk di dalam masjid, meninggalkan pekerjaan dan berdoa: “Wahai Tuhanku, berikanlah rezeki kepadaku”, karena itu bertentangan dengan sunah. Bukankah kalian mengetahui, bahwa langit tidak akan menjatuhkan hujan emas ataupun perak.”
Imam Ahmad bin Hanbal pernah ditanya tentang sifat seorang laki-laki yang duduk di masjid dan berkata: “Aku tidak akan mengerjakan apapun sampai Allah memberikan rejeki.” Dia menjawab: “Sesungguhnya orang ini adalah orang yang tidak mengerti ilmu, tidakkah ia mendengar Nabi bersabda: “Allah menjadikan rejekiku di bawah naungan pedangku.”
Ini dikuatkan oleh hadist yang diriwayatkan dari al-Tabrani mengenai kebiasaan seekor burung, ia berangkat di waktu pagi dalam keadaan lapar dan pulang setelah merasa kenyang. Dalam hadist tersebut disebutkan, bahwa seekor burung makan untuk mencari rezeki.*/Abdul Wahhab Al-Sya’rani, tertuang dalam bukunya Lentera Kehidupan. [Tulisan berikutnya]