DARI kisah tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa ada segerombolan manusia yang secara totalitas melakukan pelecehan dan penghinaan terhadap orang-orang shalih, sampai Allah Subhanahu Wa Ta’ala mewarisi bumi dan seisinya. Gerombolan penghina itu seolah-olah menjilat kehormatan kaum shalih, seperti layaknya anjing menjilat air. Firman Allah, “Dan seperti itulah, telah Kami adakan bagi tiap-tiap nabi, musuh dari (kalangan) orang-orang yang berdosa. Dan cukuplah Rabbmu menjadi Pemberi Petunjuk dan Penolong.” (Al-Furqon: 31)
Al-Mutanabbi mengungkapkan :
Berapa banyak budak yang kalian minta tapi justru membuat kalian lemah saja
Sungguh Allah pun tidak suka dengan apa yang kalian bawa, termasuk kehormatan yang ada
Betapa jauhnya aib dan kekurangan dari kumpulan yang ibarat bintang kejora
Yakni orang-orang beruban dan kaum manula
Artinya, orang-orang yang tulus menjalankan perintah Allah, senantiasa taat dan takut kepada-Nya dari kalangan para pemuda yang konsekuen terhadap syariat, para dai, ulama dan orang-orang shalih, serta orang-orang yang senantiasa mengusung ajaran sunnah Rasulullah Shalallaahu ‘Alahi Wasallam, maka mereka selalu menghadapi perang propagandis yang demikian aktif tanpa jeda.
Memang, mereka kerap dikecam sebagai orang-orang fanatik, kolot, ekstrim, tidak kooperatif, mengajak umat manusia melakukan hal yang tidak mereka mampu, serta berbagai bentuk tuduhan lainnya. Allah berfirman, “Alangkah jeleknya kata-kata yang keluar dari mulut mereka; mereka tidak mengatakan (sesuatu) kecuali dusta.” (Al-Kahfi: 5)
Sesungguhnya para pengikut ajaran Nabi Muhammad tidak pernah melakukan tindak kejahatan yang membuat anak-anak kecil menjadi beruban. Para pengikut Muhammad tidak pernah mempersempit lahan rezeki orang banyak. Para pengikut Muhammad juga tidak pernah menghalangi manusia mencapai kemaslahatan mereka, tidak pernah mengejek kaum miskin, juga tidak pernah menciptakan aral rintangan dalam kehidupan kaum lemah.
Mereka justru menjelaskan segala kezaliman dan menyingkap lembaran-lembaran kezaliman itu, lalu berkata kepada si zalim, “Hai orang zalim, takutlah kepada Allah!” Mereka juga selalu bersama orang-orang fakir, kaum lemah dan kaum tertindas, agar dapat memberikan apa yang menjadi hak mereka secara syar`i yang telah ditetapkan oleh Allah.
Tapi, sebagian dari kalangan peleceh Islam itu sama sekali tidak tertarik melihat hal tersebut. Justru, mereka malah melontarkan tuduhan demi tuduhan, memfitnah dan mengejek mereka, mengejak sunnah dan penampilan mereka. Cukuplah Allah yang akan memberikan balasan kepada mereka.
Seorang muslim wajib bersabar menghadapi tipe manusia seperti itu, sabar menghadapi gangguan dan ejekan mereka. Karena, Allah berfirman, “Jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikit pun tidak mendatangkan kemudharatan kepadamu.” (Ali `Imron: 120)
Itu semua hanya tipu daya belaka yang sama sekali tidak bisa menghentikan atau memandulkan perjalanan dakwah.
Allah berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang berdosa adalah mereka yang dahulunya (di dunia) menertawakan orang-orang yang beriman. Dan apabila orang-orang beriman berlalu di hadapan mereka, mereka saling mengedip-ngedipkan matanya. Dan apabila orang-orang berdosa itu kembali kepada kaumnya, mereka kembali dengan gembira. Dan apabila mereka melihat orang-orang mukmin, mereka mengatakan, ‘Sesungguhnya mereka itu benar-benar orang-orang yang sesat,’ padahal orang-orang yang berdosa itu tidak dikirim untuk menjadi penjaga bagi orang-orang mukmin. Maka pada hari ini, orang-orang yang beriman menertawakan orang-orang kafir, mereka (duduk) di atas dipan-dipan sambil memandang. Sesungguhnya orang-orang kafir telah diberi ganjaran terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.” (Al-Muththoffifin: 29-36)
Pahala hanya diberikan kepada orang-orang bertakwa. Adapun mereka yang gemar mengejek dan menghina, maka mereka hanya bersenang-senang sejenak, kemudian mereka akan dikembalikan kepada Rabb mereka, “Dan orang-orang yang zalim itu kelak akan mengetahui ke tempat mana mereka akan kembali.” (Asy-Syu`aro’: 227)
Kisah Al-Jallas di atas memberikan kesimpulan bahwa kekafiran itu ternyata lebih dekat dengan manusia dibandingkan tali sandalnya sendiri. Terkadang seseorang menjadi kafir karena satu perkataan yang diucapkannya, sementara ia tidak menyadarinya sama sekali. Oleh karenanya, Allah Ta’ala berfirman, “Sungguh mereka telah mengucapkan kata-kata kafir…” (At-Taubah: 74). Yakni, kata-kata yang mungkin tidak dipedulikan.
Maka, waspadalah dan waspadalah terhadap kebiasaan mengucapkan kata-kata yang tidak dianggap berarti oleh pengucapnya, terutama bila berkaitan dengan persoalan agama atau hukum-hukum agama. Hendaknya seseorang berlapang dada dengan iman, seberapa pun ia merasa sulit menjalankan kebenaran.
Wallohu a’lam. Semoga shalawat dan salam senantiasa terlimpahkan kepada Nabi kita, Muhammad, kepada sanak keluarga beliau dan para sahabat beliau.*/DR. ‘Aidh Al-Qorni, MA, dari bukunya Mereka Memadamkan Matahari- Membongkar Tipu Daya Musuh Allah dalam Meredupkan Cahaya Islam.