PENGAJARAN ini merupakan salah satu konsep pendidikan yang paling pokok. Dengan demikian, sikap kasar hanya akan mendatangkan amarah dan dengki. Sementara sikap lemah lembut akan mendatangkan rasa cinta di hati dan jiwa.
Jarir bin `Abdullah pernah mengatakan, “Demi Allah, Rasulullah tidak pernah memandangku, kecuali dia selalu tersenyum kepadaku.” Alangkah indahnya senyuman itu! Itulah sihir yang dibolehkan.
Salah seorang ulama pernah ditanya, “’Sihir’ apa yang dibolehkan?” Dia menjawab, “Senyummu kepada semua orang.”
Perbedaan antara orang yang sombong, kasar dan tidak mau tersenyum –bila dia tersenyum, seakan-akan dia menarik Anda. Atau seakan-akan dia mengorbankan darahnya untuk Anda. Atau seolah-olah dia sedang berbuat baik kepada Anda dengan senyuman itu– dan antara orang yang wajahnya selalu berseri-seri ketika bertemu dengannya, terlukis di dalam bait syair berikut:
Wajah mereka hitam dan masam karena sombong
Seolah-olah mereka dipaksa masuk ke neraka
Mereka melecehkan Allah dan mereka selelu menganggap
remeh. Celakalah mereka yang kikir dan sombong
Mereka tidak sama dengan satu kaum yang bila Anda temui
Mereka justru memberi Anda cahaya untuk menembus
kegelapan. Cahaya yang memancar dari mukanya
bisa membuat Anda puas dan senang
Dengan kejernihan mereka, mereka mengingatkan Anda
kepada Yang Mahaesa
Siapa saja yang Anda temui di antara mereka, maka Anda
katakan aku telah menemui pimpinannya
Yang laksana bintang sebagai petunjuk untuk orang
yang berjalan di kala malam
Dalam Shahih Muslim, Mu’awiyah bin al-Hakam as-Sulami pernah masuk ke masjid dan shalat bersama para sahabat di belakang Rasulullah Shalallaahu ‘Alahi Wasallam. Tiba-tiba seorang laki-laki (dalam shalat) bersin, Mu’awiyah berkata –dia tidak mengetahui hukumnya– “Semoga Allah merahmatimu.”
Laki-laki itu bersin lagi, dan Mu’awiyah kembali menjawab bersin itu, “Semoga Allah merahmatimu.” Mendengar hal itu, para sahabat lalu memukul paha masing-masing, memperingatkannya. Mu’awiyah berkata, “Celaka ibuku, apa yang kalian lakukan?” Padahal mereka menginginkannya agar dia diam, tetapi dia malah terus berbicara.
Setelah Rasulullah salam, Mu’awiyah berkata, “Dia (Rasulullah) memanggilku. Demi ayah dan ibuku, aku belum pernah melihat seorang guru dan pendidik yang lebih baik darinya, lebih santun, dan lebih penyayang darinya. Dia tidak menghardikku. Dia tidak mencaciku. Dia tidak pula melecehkanku. Dia malah meletakkan tangannya yang mulia itu di bahuku, lalu dia bersabda, “Sungguh dalam shalat itu tidak dibenarkan berbicara, tetapi ia untuk membaca al-Qur an, berzikir, dan bertasbih.” (HR. Muslim)
Apakah masih ada penemuan yang lebih baik dari ini? Masih adakah kelembutan lain yang dapat mengalahkan kelembutannya itu?*/DR. ‘Aidh bin ‘Abdullah al-Qarni, dalam bukunya Membangun Rumah dengan Takwa.